Sisa 2 Tahun Kurangi Sulfur, Industri Perkapalan Alami Kesulitan
Selasa, 29 Agustus 2017, 22:00 WIBBisnisnews.id - Industri perkapalan merupakan salah satu pencemar terbesar di dunia. Kapal menghasilkan 3 persen emisi karbon dioksida, kelihatan kecil namun terdiri dari 15 persen sulfur, 13 persen nitrogen, dan 11 persen emisi partikulat.
Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah mulai menangani masalah pencemaran di industri perkapalan seluruh dunia. Mulai tahun 2020, IMO memutuskan bahwa kandungan sulfur bahan bakar harus turun dari 3,5% menjadi 0,5%. Namun sebuah laporan dari IHS Markit, penyedia data pasar dan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan pelayaran dan kilang cenderung menghadapi kesulitan memenuhi peraturan tersebut.
"Kedua industri ini sangat tidak siap," kata Sandeep Sayal dari IHS Markit. "Kami juga tidak melakukan investasi yang diperlukan untuk kepatuhan, yang berarti tanggal pelaksanaan 2020 akan menghasilkan pertarungan."
Untuk mengikuti peraturan, kapal membutuhkan bahan bakar lebih bersih, seperti minyak gas laut yang harganya lebih mahal, atau memasang peralatan untuk membersihkan bahan bakar minyak. Berdasarkan harga minyak pada bulan Agustus, harga minyak gas laut 1,5 kali lipat dari bahan bakar minyak.
Bahan bakar menyumbang setengah dari biaya operasi industri perkapalan, menurut David Lifschultz, CEO Genoil, sebuah perusahaan upgrade minyak berat. Dia mengatakan bahwa industri perkapalan menunda-nunda masalah pembersihan bahan bakarnya. Jika industri pelayaran menggunakan minyak gas maka akan membuat lonjakan harga minyak gas.
Cara yang lebih cerdas secara ekonomi, Lifschultz berpendapat, berinvestasi pada peralatan yang bisa membersihkan bahan bakar minyak. Genoil menawarkan peralatan yang bisa menghabiskan biaya antara 30 juta dolar sampai 70 juta dolar, tergantung peralatan apa yang tersedia untuk mendukung proses pengambilan belerang dari bahan bakar minyak.
Proses ini melibatkan pemanasan bahan bakar minyak sampai 700 derajat Celcius dan bereaksi dengan hidrogen lewat katalis logam untuk membantu konversi. Sebagian besar sulfur dan nitrogen dari bahan bakar dilepaskan dan ditangkap di scrubber yang terpasang pada peralatan. Prosesnya tetap menghasilkan emisi karbon dioksida, namun pengurangan total emisi dari bahan bakar akan lebih besar.
Industri perkapalan berada di bawah tekanan menemukan cara termurah yang mungkin dilakukan untuk mematuhi peraturan baru. Pada bulan Februari, misalnya, Hanjin Shipping Korea Selatan menyatakan kebangkrutan, dan banyak perusahaan pelayaran lainnya telah melaporkan kerugian pada 2016 dan paruh pertama tahun 2017.
Dilansir dari berita pelayaran Hellenic, masalahnya adalah kelebihan kapasitas. Perusahaan terus membangun kapal yang lebih besar, sementara permintaan tidak berada di kecepatan yang sama. Jika biaya bahan bakar, yang sudah cukup rendah dalam beberapa tahun terakhir, mulai menumpuk, maka masalah akan jauh lebih besar untuk industri ini.
Bahkan jika industri perkapalan mengurangi emisinya, ada masalah lingkungan lainnya yang tercipta. Pembongkaran kapal sangat mencemari lewat asbes, logam berat, dan minyak bersifat toksik. Pembongkaran sekarang terjadi di India, Pakistan, dan Bangladesh dimana kontrol lingkungan longgar namun biaya lebih rendah. (marloft)