Tiga Tantangan Besar Menghadang Industri Penerbangan Nasional, Maskapai Maunya Ini......
Kamis, 02 November 2023, 20:08 WIBBISNISNEWS.id - Industri penerbangan nasional saat ini dalam kondisi kurang sehat. Setidaknya ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi dalam kondisi saat ini.
Pertama, soal sistem importasi suku cadang (spareparts) pesawat, kedua harga bahan bakar avtur yang cenderung naik, dan ketiga perbaikan tarif penerbangan.
Tiga tantangan itu menjadi pokok bahasan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Kamis (2/11/2023) di Jakarta.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan, jumlah permintaan jasa penerbangan saat ini cenderung naik, tetapi jumlah pesawat yang beroperasi justru turun.
Salah satu terjadinya penurunan armada adalah proses importasi spareparts pesawat yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
Akibatnya, ungkap Dennon, banyak pesawat yang perlu waktu lama dirawat di MRO dan tidak bisa segera dioperasikan.
Tantangan lainnya yang wajib dihadapi maskapai ialah, harga avtur yang cenderung naik karena kondisi sosial politik global.
Kondisi politik global yang berpengaruh langsung terhadap naiknya harga avtur pesawat diantaranya perang Rusia-Ukraina dan perang Israel-Palestina.
Kenaikan avtur yang diakibatkan situasi politik global tersebut berdampak lansung terhadap biaya operasional penerbangan.
Biaya avtur mencapai 36 pers3n dari total biaya operasi penerbangan (total operating cost/ TOC) sehingga naik turunnya harga avtur berpengaruh pada total TOC.
Terkait bahan bakar pesawat, selain memperbaiki harga avtur, juga perlu dipikirkan mengenai penggunaan bahan bakar berkelanjutan (sustainable aviation fuel/ SAF) di operasional pesawat.
Terkait tarif, ungkap Dennon, mendesak pemerintah untuk segera dilakukan perbaikan menyeluruh. Salah satunya ialah, mencabut peraturan tarif batas atas dan bawah.
Peraturan ketentuan tarif yang ada sekarang ini diatur oleh pemerintah pada 2019, yang kondisinya sekarang ini sudah jauh berbeda dengan kondisi saat peraturan itu ditetapkan .
Terutama soal harga avtur dan nilai tukar dollar AS. Dalam rapat para anggota INACA sepakat tarif batas atas dihapus dan pemerintah melepas tarif penerbangan ini pada mekanisme pasar.
Ditanya soal daya beli, Dennon mengakui, kalau diserahkan pada mekanisme pasar pasti berpengaruh pada daya beli.
Kendati demikian, masyarakat yang tidak sanggup menyesuaikan harga tarif sesuai mekanisme pasar, bisa mencari alternatif angkutan yang sesuai dengan kemampuan.
Kata Dennon, tugas pemerintah untuk menyiapkam moda transportasi lain yang sesuai dengan daya beli masyarakat. Bisa dengan moda transportasi darat, laut dan kereta api, yang bisa disubsidi oleh pemerintah.
" Moda transportasi udara kantidak pernah disubsidi dan memang tidak perlu disubsidi, makanya kami mau lepas kepada mekanisme pasar, jangan lagi diatur pemerintah," jelasnya.
Pertumbuhan
Bisnis penerbangan nasional pada tahun 2023 ini telah mengalami pemulihan pasca krisis akibat pandemi Covid-19.
Data dari Ditjen Perhubungan Udara menyatakan bahwa lalu lintas penumpang domestik pada tahun 2022 mencapai 56,4 juta dengan rate recovery mencapai 71 persen dibanding tahun 2019.
Sedang penumpang internasional tahun 2022 berjumlah 12,6 juta dengan rate recovery 34 persen. Untuk lalu lintas kargo domestik pada tahun 2022 mencapai 436.821 ton dengan rate recovery 76 persen dibanding tahun 2019, dan kargo internasional tahun 2022 berjumlah 328.698 ton atau rate recovery 64 persen.
Diperkirakan lalu lintas penumpang domestik pada tahun 2023 mencapai 74,7 juta atau 94 persen dari tahun 2019 dan lalu lintas penumpang internasional berjumlah 28 juta atau 75 persen dari tahun 2019.
INACA meyakini bahwa bisnis penerbangan Indonesia akan segera pulih. Namun demikian ada beberapa tantangan yang saat ini sedang dihadapi industri penerbangan nasional. Cepat atau lambatnya pemulihan bisnis penerbangan nasional bergantung pada bagaimana stakeholder penerbangan nasional menyikapi tantangan-tantangan tersebut.
“Selama tahun 2023 INACA telah melakukan advokasi dan kegiatan lain untuk turut menyelesaikan tantangan tersebut dalam rangka mempercepat momentum pemulihan bisnis penerbangan nasional. Kami telah bekerjasama dengan stakeholder lain baik di dalam maupun luar negeri seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan, dan kementerian lain, juga pabrikan pesawat Boeing, Airbus, Embraer, Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA) dan yang lainnya,” jelas Denon.(Syam)