Tolak Pengurangan Kuota Solar , APTRINDO Pilih Cabut Subsidi
Jumat, 19 Juli 2019, 18:05 WIBBisnisnews.id - Stok BBM subsidi jenis solar diprediksi bakal habis pada oktober 2019 mendatang, namun pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyodorkan solusi berupa skema pembatasan kuota khusus angkutan barang truk enam roda.
Solusi itu ditawarkan, agar stok BBM solar subsidi tetap tersedia pada sejumlah pom bensin di Indonesia, dengan resiko harus menunggu antrian panjang di pom.bensin bersubsidi dan pembelian terbatas.
Bagi perusahaan angkutan, khusunya trcking, ini jadi masalah serius, selain jumkah BBM yang dibatasi juga lamanya waktu tunggu antrian, sehingga beban biaya yang ditimbulkan lebih tinggi dari BBM non subsidi atau industri.
Skema pembatasan kuota tersebut juga mengacu pada estimasi realisasi harian. Dimana kuota BBM subsidi jenis solar sebesar 14.500.000 KL akan habis tersalurkan pada 8 Desember 2019, dengan kata lain 23 hari di akhir tahun 2019 tidak tersedia lagi solar subsidi .
Terkait skema pengurangan itu, BPH Migas dalam rapat yang dihadiri PT.Pertamina (Persero), PT.AKR Corporindo Tbk, dan DPP Hiswana Migas, dan steakeholder terkait pada pekan ini akan menerbitkan surat kepada pengguna BBM Subsidi, maksimum 200 liter per transaksi per hari.
BPH migas menyampaikan perlunya pembatasan volume penggunaan BBM Solar bersubsidi terhadap truk barang yang memiliki roda diatas 6 roda mengingat potensi adanya over kuota penggunaan BBM jenis itu.
Skema yang disodorkan ini akan menjadi masalah bagi pengusaha angkutan atau trucking. Karena ada resiko beban biaya yang lebih yang harus ditanggung pengusaha angkutan.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Jakarta Transportasi Forum (JTF) bersama Assosiasi Pengusaha Truck Indonesia (APTRINDO), Jumat (19/7/2019) para pelaku usaha angkutan keberatan dengan pembatasan itu. Para pelaku usaha truck itu memilih obsi cabut subsidi dan bebaskan pembelian volume solar.
"Untuk apa kami disubsidi kalau harus dibatasi. Cabut saja subsidi, biarkan kami pakai solar industri asal tidak ada pembatasan," tegas Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan.
Gemilang menjelaskan, bagaimana anggotanya harus berjuanh di pom bensin subsidi berjam-jam bahkan bisa dua hari. Karena itu, kata Tarigan, APTRINDO menolak subsidi bila harus dibatasi dan memilih BBM industri tanpa pembatasan.
Selama ini perusahaan truk tidak menikmati subsidi BBM Solar, lantaran tarif angkut barang selalu mengacu pada harga BBM yang digunakan.
“Karenanya, sebaiknya industri logistik tidak perlu lagi disubsidi, diserahkan saja pada mekanisme pasar,”tegasnya.
Dalam diskusi itu, Ketua Umum dan wakil Kegua Unun Aptrindo menjabarkan, berdasarkan data BPH Migas, kuota JBT jenis minyak Solar tahun 2019 secara nasional sebesar 14,5 juta KL (dicadangkan 500.000 KL), adapun realisasi Januari s/d 31 Mei 2019 mencapai 6,4 juta KL atau sebesar 45,73 persen dari kuota penetapan.
Menirukan penjelasan BPH Migas, Gemilang menyatakan, jika tidak diantisipasi akan ada 498 kabupaten/kota yang berpotensi over kuota BBM jenis minyak Solar pada tahun 2019, dan 16 kabupaten/kota yang under kuota.
Wakil Ketua Umum DPP Aptrindo, Kyatmaja Lookman mengatakan, saat ini di Indonesia terdapat sekitar 7,5 juta truk berbagai jenis, dan yang sebanyak 35%-nya merupakan kriteria truk lebih dari 6 roda.
“Adapun daya tampung BBM truk itu rata-rata mencapai 200 hingga 300 liter. Kalau dibatasi penggunaanya pasti mengganggu layanan logistik,”ujar Kyatmaja.
Dia juga mengungkapkan, pengusaha truk disejumlah daerah sudah cemas akibat antrean dan kelangkaan BBM jenis Solar, seperti di Kalimantan Timur dan Bengkuku.
Pelaku usaha truk, imbuhnya, membutuhkan kepastian ketersediaan bahan bakar minyak jenis Solar itu untuk menjamin kelangsungan aktivitas logistik.
“Kalau menyebabkan ketidakpastian ujung-ujungnya produktivitas truk anjlok,padahal disisi lain kebutuhan industri terhadap truk (ritase) bergerak naik tiap tahunnya,” jelas Kiyat.(Syam S)