Usaha Hulu Migas Masih Hadapi 373 Perizinan di 18 Kementerian Dan Lembaga
Jumat, 06 September 2019, 15:14 WIBBisnisNews.id -- Kegiatan usaha hulu migas di Tanah Air belum ramah investor. Indikasinya, survei kemudahan berusaha (ease of doing business) masih menempatkan peringkat Indonesia jauh di bawah negara tentangga seperti Malaysia. Masalah perizian masih menjadi kendala dalam merealisasikan komitmen eksplorasi dalam usaha hulu migas di Indonesia.
"Pada tahun 2015 yang lalu terdapat 41 kegiatan pengeboran yang terhambat akibat perizinan. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya menyelesaikan masalah perizinan ini. Melalui Permen ESDM No.29/2017, Kementerian ESDM menyederhanakan jumlah perizinan usaha migas dari sebelumnya sekitar 104 perizinan menjadi tinggal 6 perizinan," kata Direktur Reformainer Instutute Komaidi Notonegoro di Jakarta.
Dengan jumlah tersebut, saat ini hanya terdapat 2 izin usaha hulu migas dan 4 izin usaha hilir migas yang perlu diselesaikan di lingkungan Kementerian ESDM. Namun masalah di hulu migas belum selesai di itu. "Kontraktor hulu migas ternyata masih harus berurusan dengan sekitar 373 perizinan yang tersebar pada sekitar 18 kementerian dan lembaga," jelasnya melalui Komaidi.
Menurut dia, faktanya masalah perizinan migas tak hanya selesai di Kementerian ESDM dan BKPM misalnya. Sementara, prosedur di lapangan ada sejumlah perizinan yang harus diselesaikan itu relatif banyak. Tak aneh jika butuh waktu dan biaya tidak kecil.
Menurut Komaidi, data dan informasi menunjukkan, selain harus menyelesaikan perizinan di Kementerian ESDM, kontraktor hulu migas harus menyelesaikan perizinan di kementerian/ lembaga lainnya. Inilah yang membuat proses perizinan lama dan mahal.
"Perizinan migas juga harua diurus di Kementerian Keuangan, Kementerian LHK, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dan lembaga swasta sebagai pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHK)," papar Komaidi.
Meski izin usaha hulu migas di lingkungan Kementerian ESDM telah disederhanakan, menurut Komaidi, pantauan yang dilakukan menemukan masih terdapat keluhan mengenai masalah kompleksitas perizinan usaha oleh pelaku industri hulu migas.
Penyederhanaan perizinan yang dilakukan Kementerian ESDM juga dapat dikatakan relatif belum secara signifikan tereflekiskan dalam peningkatan kegiatan usaha dan investasi hulu migas.
Belum menyeluruh dan banyak instansi lain yang terkait dengan kegiatan usaha hulu migas menyebabkan upaya penyederhanaan perizinan yang dilakukan Kementerian ESDM relatif belum memberikan dampak yang signifikan. "Sebelum tahun 2015 jumlah perizinan usaha migas di lingkungan Kementerian ESDM sekitar 104. Melalui Permen ESDM No.23/2015 Kementerian ESDM melimpahkan 42 perizinan ke PTSP-BKPM."
Selanjutnya pada 2017 melalui Permen ESDM No.29/2017, Kementerian ESDM menyederhanakan perizinan usaha migas menjadi tinggal 6 izin usaha.
ESDM Masih Parsial
Tanpa mengurangi apresiasi terhadap upaya Kementerian ESDM, penyederhanaan perizinan usaha hulu migas yang telah dilakukan masih parsial dan belum banyak menyentuh akar permasalahan yang ada.
Permen ESDM No.29/2017 memang menetapkan perizinan hulu migas hanya ada 2 yaitu izin survei dan izin pemanfaatan data migas. "Akan tetapi, jika ditinjau lebih lanjut izin tersebut hanya untuk pra-kegiatan eksplorasi," kilah Komaidi.8
Jadi, tambah dia, meski telah disederhanakan di Kementerian ESDM, ketika memulai masa eksplorasi dan eksploitasi kontraktor hulu migas masih harus berurusan dengan sekitar 373 perizinan di18 kementerian dan lembaga tersebut. Perizinan yang harus diselesaikan meliputi izin-izin, dispensasi, rekomendasi, persetujuan, pertimbangan teknis, sertifikasi, dan sejenisnya.
"Jumlah perizinan yang harus diselesaikan terbagi dalam empat fase. Pada fase survei dan eksplorasi 117 perizinan, pengembangan dan konstruksi 137 perizinan, produksi 109 perizinan, dan pascaoperasi 10 perizinan," tandas Komaidi.(helmi)