Penumpang Pesawat Dikenakan Iuran Pariwisata, Ketua INACA dan DPR RI Angkat Bicara
Kamis, 25 April 2024, 23:26 WIB
BISNISNEWS.id - Beban penumpang pesawat dan maskapai kian berat, menyusul rencana pemerintah yang akan menarik retribusi tambahan kepada penumpang pesawat sebagai iuran pariwisata.
Selama ini, setiap penumpang pesawat sudah dibebankan passenger service charge (PSC) dan masing-masing bandara berbeda-beda. Sekarang ada lagi tambahan iuran pariwisata, makin merosot daya beli masyarakat dan imbasnya juga ke maskapai.
Baca Juga
Penarikan iuran tambahan wisatawan yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kepada penumpang pesawat tersebut merupakan kebijakan yang sangat tidak bijak.
Pasalnya, tidak semua penumpang pesawat adalah wisatawan. Mereka naik pesawat udara dengan berbagai macam keperluan, hanya sebagian kecil yang berwisata.
Rencana penarikan iuran pariwisata kepada penumpang pesawat oleh Kemenparekraf mendapat kritikan keras dari Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja.
Denon mengatakan, pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan, karena pariwisata dan wisatawan hanya salah satu dari berbagai jenis penumpang pesawat.
Dengan demikian. ungkap Denon, tidak seharusnya iuran pariwisata yang sedang digagas oleh Kemenparekraf ditambahkan dalam komponen harga tiket pesawat karena akan menjadi beban tambahan bagi penumpang dan maskapai penerbangan.
Dengan tambahan iuran pariwisata dalam komponen tiket akan membuat harga tiket menjadi lebih mahal bagi penumpang.
Maskapai juga akan terkena dampak karena jumlah penumpang dipastikan akan berkurang jika harga tiket dianggap mahal.
Menurut Denon, saat ini bisnis penerbangan sedang dalam kondisi rebound setelah terpuruk akibat pandemi Covid -19 pada tahun 2020 sampai dengan 2022 lalu.
Proses rebound ini. Ungkap Denon, tidak bisa berlangsung lancar jika dibandingkan dengan maskapai penerbangan internasional. Banyak kendala yang harus dihadapi maskapai nasional.
Permasalahan yang dihadapi maskapai Indonesia di antaranya adalah berkurangnya jumlah ketersediaan pesawat beserta suku cadang (spareparts) dan sumber daya manusia yang siap untuk dioperasikan.
Selain itu juga meningkatnya biaya operasi yang disebabkan oleh naiknya harga bahan bakar avtur dan nilai tukar mata uang Rupiah yang terus melemah terhadap mata uang Dollar AS.
Padahal sekitar 70 persen biaya operasional penerbangan dipengaruhi oleh Dollar AS, di antaranya terkait harga avtur, biaya sewa pesawat, biaya perawatan dan pengadaan spareparts dan lainnya.
Sementara itu, tarif penerbangan sejak tahun 2019 sampai saat ini belum disesuaikan oleh pemerintah, padahal komponen biaya tarif penerbangan sudah meningkat.
Misalnya untuk kurs Dollar AS dari tahun 2019 sebesar Rp14.102, dan tahun 2024 menjadi Rp. 16.182,- atau meningkat 15 persen .
Harga jual minyak juga terus naik, di mana tahun 2024 ini mencapai 87,48 U$D/ barrel atau meningkat 37 persen dibanding tahun 2019 yaitu 64 U$D/ barrel.
“Dengan demikian pengenaan iuran pariwisata pada tiket pesawat akan menjadi kontraproduktif, karena dapat menyebabkan harga tiket naik, jumlah penumpang turun dan kondisi bisnis maskapai penerbangan juga turun sehingga program perluasan konektivitas transportasi udara dari pemerintah menjadi tidak tercapai,” jelas Denon.
Penolakan rencana menarik iuran pariwisata kepada penumpang pesawat tersebut juga diteriakan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Sigit Sosiantomo.
Sigit dengan tegas mengatakan, pastikan iuran pariwisata melaluinkomponen tiket pesawat justeru melanggar undang-undang.
"Saya menolak, selain membebani penumpang, tarif juga makin melambung, juga berpotensi melanggar UU, sepertu UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan," ujar Sigit.
Undang-undang telah mengatur, yang masuk dalam komponen tiket pesawat udara yaitu tarif jarak, pajak, asuransi dan tuslah.
Kata Sigit, iuran pariwisata yang akan dikenakan tersebut, jelas bukan bagian dari pajak yang bisa dibebankan kepada penumpang.
Kata Sigit, penetapan tarif tiket pesawat itu juga wajib memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat, sesuai yang diamanatkan pasal 126 ayat (3) UU penerbangan..
(syam)