Bahaya Mengancam Indonesia Dibalik Pencabutan GSP Dari Pemerintah AS
Rabu, 11 Maret 2020, 15:37 WIBBisnisNews.id -- Tahun 2020, Indonesia dikeluarkan dari penerima fasilitas generalized system of preference (GSP) oleh Amerika Serikat (AS). Kondisi itu menyusul keberhasilan Pemerintahan Jokowi dalam menjadikan Indonesia dari status negara berkembang menjadi negara maju.
Pencabutan fasilitas GSP akan banyak membawa dampak yang lebih baik terhadap perekonomian Indonesia, terutama dengan akan banjirnya investasi asing ke Indonesia. "Pasalnya, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sudah menjadi negara maju yang berpenduduk dengan jumlah yang besar di Asia Tenggara serta memiliki tingkat komsumsi masyarakat yang tinggi," kata Waketum Partai Gerindra Arief Poyuono di Jakarta.
Harus diakui, Presiden Jokowi sudah mengangkat nama bangsa Indonesia menjadi sejajar dengan bangsa bangsa dari negara maju. Tapi implikasinya, negara ini tak mendapatkan fasilitas GSP lagi dari AS.
Baca Juga
Dikatakan, GSP merupakan kebijakan pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia kala itu oleh Amerika Serikat. Produk ekspor asal Indonesia yang masuk ke pasar AS mendapatkan fasilitas bebas bea masuk. "Program ini telah berlangsung sejak 1976, tetapi sempat dihentikan pada 2013 dan kembali diberlakukan pada Juni 2015," papar Arief.
Namun jangan bangga dulu khususnya bagi pelaku usaha nasional. Tidak berapa lama lagi, mereka akan merasakan pencabutan kebijakan GSP dari Pemerintah AS. Artinya, para eksportir ke AS harus membayar penum bea masuk ke AS, dan implikasinya daya saing produk Indonesia menjadi makin lemah.
Arief Poyuono menduga, kasus itu bisa terjadi akibat tak mampunya para diplomat diplomat Indonesia untuk melakukan lobbi kepada United States Trade Representative (USTR) di Washington DC untuk tetap memohon fasilitas GSP kepada Indonesia.
Implikasinya, menurut Arief, maka akan banyak industri industri yang berorientasi ekspor ke pasar Amerika Serikat seperti Industri Mebel dan kerajinan,Industri sepatu, tekstil , tas akan sulit bersaing di pasar Amerika Serikat, sebab akan dikenakan tarif masuk sama dengan negara negara maju.
Dampak ikutannya, menurut aktivis SP BUMN itu, akan berdampak pada tutupnya industri industri tersebut di Indonesia yang akan hekang ke negara berkembang di Asia Tenggara seperti Myanmar, Vietnam, Timor Leste dan Philipina.
Awas Ledakan PHK di Indonesia
Dampak lainnya lagi, tambah Arief, bisa jadi makin banyak ledakan PHK Besar besaran di sektor sektor industri yang produknya diekspor ke Indonesia ,Dan juga Kredit macet akibat penjualan produk ekspor ke US turun draktis akibat pengenaan tariff yang sulit bersaing dengan ekspor sejenis dari China Dan negara negara berkembang yang dapaf fasilitas GSP dari Amerika Serikat
Belum lagi, terang Arief, makin buruknya kinerja ekspor Indonesia dengan permintaan komoditas ekspor oleh China akibat dampak Virus Corona
Selama ini, dampaknya lagi neraca perdangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) akan menjadi minus atau defisit dan berdampak pemasukan devisa Akan berkurang banyak yang berdampak makin melemahnya kurs Rupiah.
Mengantisipasi kondisi tersebut diatas, papar Arief, harus ada jalan keluar untuk semua itu yang harus dilakukan oleh Pemerintah Jokowi. "Misalnya dengan mengiatkan cinta pengunaan produk produk Indonesia oleh masyarakat ,kedua mencari pasar ekspor baru di Afrika dan Eropa," tegas Arief.(helmi)