Balitbanghub Teliti Kesiapan IPemberlakuan BBM Sulfur Rendah
Rabu, 03 Juli 2019, 12:44 WIBBisnisnews.id -- Puslitbang Transportasi Laut SDP, Balitbang Perhubungan sedang melakukan penelitian untuk studi besar dan kajian perorangan terkait dengan kesiapan Indonesia dalam pemberlakuan penggunaan BBM low sulfur 0.5 lersen untuk kapal berbendera Indonesia yg keluar negeri dan kapal asing yang masuk ke Indonesia.
"Hal ini berdasarkan Annex VI Regulation 14 yg akan diberlakukan efektif 1 Januari 2020," kata Kepala Balitbanghub Ir. Sugihardjo, M.Si.
Menurut Jojo, sapaan akrab dia, pihaknya meminta saran dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan guna melengkapi hasil penelitian yang tengah dilakukannya. Balitbanghub melalui Puslitbang Transportasi Laut SDP akan terus bekerja dan melakukan penelitian guna memberikan pelayanan yang terbaik pada bangsa dan negara RI.
Sebelumnya, Indonesia diingatkan sudah harus siap menghadapi regulasi International Marine Organization (IMO) yang menetapkan kadar sulfur rendah pada bahan bakar kapal di Tanah Air.
Sesuai regulasi yang ditetapkan IMO tersebut sudah harus dilaksanakan pada 1 Januari 2020, tulis rilis IMO yang diterima pers di Jakarta, kemarin.
Ketua Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional (INSA) Johnson Sutjipto pada seminar bertajuk 2020 Sulfur Cap Fuels and Lubricants and Biofuel and Fuel Quality ISO 8217, mengatakan, "peraturan IMO mewajibkan kapal-kapal Indonesia sudah harus menggunakan bahan bakar berkadar sulfur rendah untuk mengurangi tingkat polusi udara."
Dikatakan, IMO menetapkan bahan bakar yang digunakan harus memiliki kadar sulfur 0.5 persen pada 1 Januari 2020 mendatang. Pada saat ini, kapal-kapal di Indonesia masih menggunakan bahan bakar berkadar sulfur 3.5 persen.
“Dengan ketentuan ini pemilik kapal harus sudah melakukan rencana perubahan pada kapal-kapal mereka dengan batas waktu 3-6 bulan sebelum tahun 2020,” jelas Johnson.
Johnson juga mengatakan, para pemilik kapal harus sudah siap dengan regulasi IMO tersebut. Namun mereka belum memperhatikan hal-hal apa saja yang harus disiapkan saat regulasi tersebut diberlakukan, seperti kesiapan mesin-mesin kapal, perawatan, dan lain-lain.
Jika aturan tersebut diberlakukan, menurut Johson, para pemilik kapal butuh kepastian dari Pertamina terkait pasokan serta harga bahan bakar rendah sulfur tersebut.
Pihak Pertamina sebagai produsen dan penjual BBM dan oli termasuk di sektor perkapalan harus segera menetapkan pelabuhan mana saja yang nantinya menyediakan bahan bakar minyak (BBM) bersulfur rendah.
Menurut Johnson, Indonesia baru mengadopsi sebagian regulasi IMO tersebut dengan mewajibkan hanya kapal-kapal yang beroperasi ke luar negeri yang menggunakan bahan bakar rendah sulfur.
“Jadi hanya sekitar 3-5 persen kapal yang terdampak dengan aturan IMO tersebut,” kata Johnson. Harga bahan bakar dengan kadar sulfur rendah diperkirakan dua kali lipat lebih mahal dari bahan bakar yang selama ini dipakai para pemilik kapal Indonesia.
Gulf Oil Marine sebagai produsen oli dari Inggris dan sudah menguasai pasar dunia ikut mendukung para pemilik kapal di Indonesia untuk tahun 2020.
Simon Lew, Sales Director Gulf Oil Marine untuk kawasan Asia Pasifik, mengatakan, Gulf sudah masuk ke pasar Indonesia sejak tiga tahun lalu. Indonesia memiliki pasar yang potensial sehingga Gulf sejak tahun lalu mulai berani memproduksi oli di Indonesia yaitu di Cilegon Jawa Barat.
Untuk pasar Indonesia, sebelumnya Gulf membuat oli di Singapura lalu bekerjasama dengan PT INCO Global Nusantara sebagai distributor.(Helmi)