BI Diprediksi Bakal Menaikan Suku Bunga 25 Basis Poin
Kamis, 17 Mei 2018, 15:03 WIBBisnisnews.id - Bank Indonesia diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan BI 7day Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) dari 4,25 persen menjadi 4,5 persen.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan situasi gejolak global yang awalnya diperkirakan terjadi pada akhir tahun, ternyata datang lebih cepat. Terutama kebijakan Amerika Serikat dengan normalisasi kebijakan suku bunga The Fed dan meningkatnya harga minyak dunia.
Anton mengatakan, kenaikan 7 Days Reverse Repo Rate 25 basis poin itu
merupakan upaya memberikan sinyal untuk menunjukkan faktor risikonya diperkecil.
"Hal ini menyebar ke berbagai negara terutama emerging market termasuk Indonesia dimana terkena arus pembalikan modal sehingga kena currency-nya," kata Anton dalam jumpa pers Kamis, (17/5/201i) di Jakarta.
Anton menyebutkan, kuartal berikutnya, bank sentral juga diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps sehingga secara total BI suku bunga acuan akan naik 50 bps sepanjang tahun ini.
Kamis ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan apakah tetap dipertahankan di level 4,25 persen atau dinaikkan mengingat kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah dalam beberapa pekan terakhir. Sejumlah pihak banyak memprediksi bank sentral akan menaikkan suku bunga acuannya.
Sebelumnya, RDG BI pada pertengahan April 2018 lalu memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRRR tetap sebesar 4,25 persen, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 3,5 persen dan Lending Facility tetap sebesar 5 persen.
Kala itu, BI menyebutkan, kebijakan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah meningkatnya tekanan eksternal. Bank Indonesia memandang pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh sebelumnya, didukung oleh kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran, masih memadai untuk terus mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik.
BI pun tetap mewasapadai sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai karena dapat mengganggu perekonomian domestik, seperti peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia, kenaikan harga minyak, dan kemungkinan berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok. (Ari)