Buntut Penahanan Pemimpin Karateka, Politisi Gerindra Ikut Bersuara
Kamis, 06 Juli 2023, 15:03 WIBBISNISNEWS.id - Buntut bergulirnya penahanan Kaicho Liliana, seorang pemimpin ratusan ribu karateka dari 19 Propinsi di Indonesia dalam dugaan memberikan keterangan palsu, menyulut politisi Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono menyentil soal penegakan hukum bagi pencari keadilan.
Bambang Haryo Soekartono, menyesalkan liliana masih ditahan, meski telah melewati masa penahanan.
Bambang mempertanyakan esensi dari penahanan itu, karena Liliana dinilainkooperatif dan selalu hadir dalam setiap persidangan atau ada panggilan lain terkait kasus yang membelitnya.
"Apakah khawatir Liliana melarikan diri, buktinya dia kooperatif kok. Liliana adalah pemimpin ratusan ribu karateka yang ada di Indonesia dari 19 Propinsi, tidak mungkin Kaicho Liliana melarikan diri atau tidak hadir"Kata politisi yang akrab disapa BHS
Dalam persidangan yang berlangsung di PN Surabaya, dari kelima saksi yang dihadirkan, tidak ada satupun dapat membuktikan liliana bersalah.
" Apalagi DPR RI sudah tahu perkara ini , masyarakat publik juga tahu , kita harapkan Pengadilan ini bisa memberikan yang terbaik untuk Liliana," jelasnya.
Sentilan Bambang Haryo tersebut menyikapi aksi demo dan pertunjukan teaterika saat berlangsungnya persidangan lanjutan Liliana dalam perkara dugaan menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik
di PN Surabaya, Selasa (4/7/2023) yang dilakukan Ikatan Perempuan Peduli Indonesia (IPIP), Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai, Kenza, Tarung Drajat dan masa aksi dari JU-Jitsu Indonesia.
Sidang lanjutan perkara menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik, tersebut diwarnai aksi demo dan teatrikal didepan Pengadilan Negeri Surabaya.
Teatrikal diperankan oleh seniman surabaya bersama element massa. Tampak dalam aksi teatrikal itu, para pemeran memperagakkan mahalnya harga sebuah keadilan di Indonesia.
Dalam perannya, seorang pemeran berjalan membawa timbangan dan salah satu rekannya menggendong bayi yang tak dipisahkan dari orang tuanya, kemudian masa aksi lainnya membentangkan poster bebaskan liliana.
Mereka tampak menjiwai peran masing-masing bak sedang mencari dewi fortuna, lantas mengkumandangkan keadilan dan kemanusiaan.
"Aksi teatrikal ini dilakukan sebagai bentuk pelampiasan adanya indikasi mengkerdilkan hak asasi orang lain yaitu hak kebebasan terdakwa Liliana herawati, yang seharusnya diberikan penangguhan penahanan, karena selama proses hukum berlangsung terdakwa sangat kooperatif dan apalagi liliana adalah seorang perempuan yang masih punya beban terhadap anak-anaknya yang masih dibawah umur" Ungkap Syahroni, salah satu masa aksi pendukung liliana.
Sejauh ini, kata Syahroni, Liliana masih ditahan tanpa ada kejelasan apapun, bahkan surat yang dikirimkan Penasehat hukum pun belum dijawab oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
"Kasus ini, sangat tidak prestise dan terindikasi adanya permainan mafia hukum, para saksi pelapor seolah-olah sebagai korban namun faktanya mereka sedang ingin mencomot hak orang lain yaitu hak arisan senilai Rp11 Miliar milik warga perguruan. Maka itu, Pengadilan diminta jangan bermain sandiwara, segera bebaskan liliana dari tahanan" Imbuh Roni.
Sekedar diketahui, sidang ini sudah menghadirkan lima orang saksi, saksi fakta yakni Bambang Irwanto mangkir. Terakhir yang didengarkan keterangannya yakni Tjandra Sridjaja kemudian ahli bahasa Andik Yulianto,S.S.,M.Si dari Universitas negeri surabaya.
Dalam keterangan saksi maupun ahli, tidak ada satupun yang secara meyakinkan menunjukkan bahwa Liliana bersalah. Bahkan saksi ahli perdata sudah 3 kali mangkir dengan alasan kesibukannya, padahal sudah dijadwalkan sesuai dengan keinginan daripada saksi ahli dan jaksa penuntut umum.
Begitu juga ahli bahasa yang dihadirkan jaksa yang sebelumnya sudah mangkir ke-2 kalinya, itupun menjelaskan point krusial tidak dapat menerangkan pengunduran diri Liliana itu dinyatakan sah, karena tahapan dalam notulensi 7 November 2019 tidak dilakukan.
"Tahapan tahapan itu tidak bisa dilompat, tahapan tahapan yang ditulis oleh Erick pada tanggal 11 November point 1 ,2 dan 3 menurut ahli tidak bisa tiba tiba point’ 3 harus satu per satu terutama penegasannya di point’ 2 yaitu harus mencoret atau mengeluarkan nama perkumpulan pembinaan mental karate dari perkumpulan baru terdakwa keluar jadi harus ada penegasan" Kata Ahli
Perkara ini berawal dari uang arisan hasil kumulatif sejak tahun 2007 yang dikumpulkan oleh 300 san karateka yang kemudian di 2017 arisan tersebut dikendalikan oleh pihak Tjandra Sridjaja. Uang arisan yang senilai Rp11 Milyar itu tak ada juntrunganya, sehingga terdakwa menanyakan kepada Erick perihal pengelolahan dana CSR dan uang arisan, yang kemudian diduga dibuatkan skenario untuk melakukan kriminalisasi.
Versi terdakwa, uang arisan itu sebesar sekitar Rp 11 Milyar, namun saldo terakhir di rekening BCA KCP Darmo atas nama Perkumpulan lenyap dan tinggal Rp 20 juta saat dikelola oleh pihak Tjandra Sridjaja. Kendati demikian, saksi masih berkelit sisa uang seakan akan masih senilai Rp7.9 Milyar di bank Mayapada, tetapi bukti saldonya tidak pernah dibuka dan disampaikan sebagai pertanggungjawaban pihak Tjandra Sridjaja sampai dengan saat ini.(Valen)