Buruh Perempuan Mendesak Pemerintah Memberikan Perlindungan
Selasa, 01 Mei 2018, 16:04 WIBBisnisnews.id - Para buruh perempuan turun ke jalan dalam memperingati hari Buruh ( May Day) 2018 hari ini di Jakarta. Mereka menuntut pemerintah memberikan advokasi atas tindakan kekerasan kekerasan di dunia kerja yang dialami kaum perempuan dan tidak melakukan pembiaran atas kekerasan di dunia kerja.
Para buruh perempuan yang terjun ke jalan Selasa (1/5/2018) diantaranya,
Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Federasi Buruh Lintas Pabrik, Serikat SINDIKASI, Perempuan Mahardhika, Solidaritas Perempuan, Serikat Pekerja Nasional (SPN) PT. Pancaprima EkaBrothers, PurpleCode Collective, Kalyanamitra, Emancipate, JOUDI Foundation, Aliansi Remaja Independen (ARI), LBH APIK, Institut Perempuan, Seperti Pagi Foundation, Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG), perEMPUan, dan www.Konde.co.
Dalam aksinya para buruh perempuan menuntut pengusaha, majikan atau pemberi kerja untuk tidak melakukan kekerasan terhadap buruh perempuan yang terjadi di dunia kerja. Mereka juga meminta semua pihak tanpa kecuali untuk menghentikan kekerasan di dunia kerja pada buruh perempuan, baik yang bekerja di domestik maupun publik.
Buruh perempuan selama ini selalu menjadi korban. Termasuk para pekerja pabrik dan rumah tangga. PHK yang kerapkali dilakukan sebelah pihak oleh majikan tanpa adanya perlindungan hukum.
Pekerja rumah tangga juga masih belum dianggap sebagai pekerja, buruh, maupun pekerja lepas. Tidak ada pengakuan itu membuat pekerja rumah tangga tidak memiliki hak perlindungan kerja yang layak. Sampai saat ini pekerja rumah tangga kerap dosebut pembantu.
Status pekerja yang hilang bagi pekerja rumah tangga merupakan bagian dari konsekuensi anggapan kerja domestik tidak diakui sebagai sebuah pekerjaan.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini menhatakan, perempuan yang bekerja di rumah tangga, mengerjakan pekerjaan domestik, tidak dianggap sebagai pekerja. Pekerjaan domestik seolah melekat begitu saja bagi perempuan, yang tidak dianggap perlu diberi imbalan atau kompensasi atas hasil kerjanya.
Dalam orasinya para buruh perempuan menyebutkan para buruh perempuan sering mengalami pelecehan seksual, takut pulang di malam hari dan beberapa menjadi korban kekerasan seksual.
Kekerasan terjadi di tempat publik seperti di sepanjang jalan.Ancaman ketakutan ketika pulang di malam hari menunjukkan indikasi adanya kekerasan yang mengancam para buruh perempuan.
Kekerasan berbasis gender juga masih terjadi di tempat kerja misalnya sistem kerja target yang tidak manusiawi. Jam kerja yang panjang, tekanan dan beban kerja yang sangat tinggi mengakibatkan buruh perempuan yang sedang hamil sangat rentan mengalami keguguran. (Ari)