Covid-19 dan Anjloknya Harga Komoditas Memperberat APBN Kita ?
Rabu, 18 Maret 2020, 07:51 WIBBisnisNews.id -- Wabah virus corona memang berat, namun yang lebih berat lagi adalah urusan tidak punya uang. Karena berdampak pada tiga hal sekaligus, yakni tidak punya uang buat beli makanan, tidak punya uang buat memeriksa kesehatan, dan kalau tertular berarti tidak punya uang buat berobat. Demikian beratnya tidak punya uang!”
Sekarang, masalah terberat yang dihadapi Pemerintahan Jokowi-Makruf adalah Pemerintah tidak punya uang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ambyar kata anak milenial. Seluruh target penerimaan dalam APBN 2020 akan merosot tajam, sementara seluruh kewajiban akan menggunung.
"Kondisi ini jika tidak mendapat penanganan secara baik maka bisa membuat Pemerintahan Jokowi-Makruf ambyar. Masalah berat yang harus dipikul APBN tersebut datang dari merosotnya harga komoditas terutama minyak bumi, gas dan batubara," kata peneliti AEPI Salamuddin Daeng di Jakarta.
Menurutnya, ketiga komoditas tersebut selama ini merupakan penopang utama penerimaan dalam APBN. "Harga minyak telah menurun ke posisi paling rendah dalam 5 tahun terakhir, yakni 28 dolar AS per barel minyak. Batubara juga menurun tajam menuju harga terendah dalam lima tahun yakni 34 dolar AS per ton, sementara harga gas alam pada posisi 1,8 dolar per MMBTU," kata Daeng lagi.
Posisi harga komoditas menjadi penopang utama APBN terus memburuk, dengan penyebab yang sangat kompleks. Implikasinya, tak mudah mencari jalan keluarnya.
Masalah penurunan harga minyak, gas dan batubara, jleas Daeng, adalah masalah kunci dalam penerimaan APBN Indonesia. Mengingat komoditas ini adalah penyumbang paling besar terhadap pendapatan negara dari pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
"Pasalnya, jika harga komoditas minyak, gas dan batubara tinggi maka investasi yang masuk ke sekrtor ini meningkat, produksi meningkat, ekspor meningkat, bagi hasil meningkat, dan royalti memingkat. Hasilnya, adalah pendapatan negara dari pajak dan PNBP meningkat. "Sementara hari ini kondisinya adalah sebaliknya, makin buruk," kilah Daeng.
Bukan Masalah Baru ?
Sejauh ini, banyak pakar dan praktisi mengatakan bahwa penurunan harga komoditas memang buka masalah baru bagi APBN Indonesia. Masalah ini selau berulang ulang.
"Itulah (penurunan harga komoditas) yang mendasari keyakinan bahwa APBN Indonesia akan aman aman saja. Tidak akan terjadi masalah dalam kelangsungan Pemerintahan Jokowi-Makruf," papar Daeng.
Pernyataan itu memang sepintas benar. Fluktuasi harga komoditas memang terjadi selama lebih dari satu dekade terakhir. Terhitung sejak krisis melanda USA dan Eropa tahun 2008 lalu, komoditas minyak, gas, dan batubara mengalami naik turun secara ekstrim.
"Padahal, selama ini kondisi harga komoditas yang demikian tidak membawa pemgaruh significant terhadap APBN, terlebih lagi terhadap kelangsungan politik dan pemerintahan," terang Daeng.
Lalu mengapa sekarang berbeda ? Menurut Daeng, penurunan harga komoditas merupkan akumulasi dari berbagai masalah lainnya, yakni pelemahan pertumbuhan ekonomi global, khususnya ekonomi Tiongkok, dan sekarang ditambah maslaah pelemahan ekonomi Eropa dan USA karena hantaman wabah corona.
"Dari dalam negeri muncul masalah pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional, yang merupakan akumulasi krisis sektor industri dalam dua dekade terakhir, sektor property sejak 2014, perlahan daya beli masyarakat dalam lima tahun terakhir dan sekarang krisis harga komoditas yang mengalami kejatuhan terparah," tegas Daeng.(helmi)