Defisit Migas Tantangan Bagi Kementerian ESDM Ke Depan
Selasa, 22 Oktober 2019, 08:43 WIBBisnisNews.id -- Pengamat energi dan pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan defisit migas yang besar masih akan menjadi tantangan dan pekerjaan rumah bagi Kementerian ESDM di masa selanjutnya. Sektor migas akan tetap defisit sejalan dengan peningkatan kebutuhan energi masyarakat.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir di masa pemerintahan Presiden Jokowi, sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) masih dibayang-bayangi oleh masalah yang sama; defisit minyak dan gas (migas).
Di satu sisi, Indonesia memang belum bisa memenuhi kebutuhan energinya sebab keterbatasan pasokan dari produksi migas yang kian menurun. Indonesia masih bergantung pada impor. "Hal ini yang menjadikan defisit migas tetap menggerogoti neraca dagang dan transaksi berjalan Indonesia," kata Pri lagi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) teranyar mencatat, meskipun menurun, namun angkanya masih relatif tinggi. Defisit migas pada September 2019 sebesar USD761,8 juta cenderung menurun dibandingkan dengan September tahun lalu yang sebesar USD970,4 juta.
Secara kumulatif Januari-September 2019 sebesar USD6,4 miliar, menurun dari periode yang sama tahun lalu USD9,5 miliar.
“Permintaan energi terus naik, suplai harus cukup dengan tidak membebani perekonomian. Kalau kondisi sekarang dilakukan, suplai kita akan tidak cukup," jelas Pri lagi.
"Di sisi lain devisa yang dikeluarkan untuk impor akan makin membesar dan akan menjadi tekanan ke stabilitas fiskal maupun moneter,” kata Pri seperti dilansir Medcom.id.
Menurut Pri, ke depan perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan yang lebih signifikan di sektor ESDM terutama migas.
Berbagai upaya untuk menekan defisit migas diapresiasi, namun tetap harus dipacu untuk dilakukan pembenahan.
Salah satunya, menurut Pri, dengan mendatangkan investasi migas dalam skala yang lebih besar baik untuk kegiatan eksplorasi yang berkaitan dengan produksi di hulu maupun pengembangan kapasitas kilang di hilirnya.
Kuncinya Investasi Baru
Pri menganggap investasi sebanyak 70 persen yang saat ini dilakukan merupakan operating expenses, yakni untuk melakukan operasi dan investasi yang sebelumnya sudah berjalan.
Artinya, menurut Pri, kecenderungan masuknya investasi baru di hulu migas masih minim. Sementara di hilir belum ada investasi asing langsung yang masuk untuk mengembangkan kilang.
Investasi, kilah Pri, menjadi kunci bagi Indonesia untuk memperbesar cadangan dan produksi migas dalam negeri. Dia bilang investasi adalah modal untuk mengembangkan pencarian cadangan baru dari sumber daya alam tanah air yang sangat potensial.
“Kita punya sumber daya besar tapi kalau tidak ada investasi maka akan tetap sebagai sumber daya, makannya butuh investasi untuk mengubah itu semua sebagai cadangan, lalu mengubah itu menjadi produksi,” tandas Pri.(helmi)