Dilema dan Mengurai Benang Kusut Ojol
Sabtu, 01 Februari 2020, 20:41 WIBBisnisNews.id -- Para driver ojek online (ojol) di berbagai daerah di Tanah Air menghadapi dilema yang cukup berat. Pendapatan driver yang kian turun, penumpang juga kecil. Sementara, untuk meninggalkan ojol belum ada pekerjaan lain yang lebih baik.
Namun untuk kenaikan bersama, maka perlu segera dicarikan solusi yang terbaik. Driver dan aplikator untung, masyarakat bisa mendapatkan layanan yang aman dan selamat. Jika tidak, masalah ini akan terus berlanjut bahkan menjadi bola salju yang makin besar dan memberatkan kita semua.
"Kemarin dan hari ini tiga driver Gojek di Yogyakarta yang kunaikin mengeluhkan adanya perubahan aturan sejak Senen lalu (27/1/2020) yang menyebabkan mereka dapat giliran naik setelah satu jam sekali. Tadi ada driver yang katanya keluar jam 07.00 tapi pukul 11.30 baru mengangkut tiga penumpang, dan saya adalah yang ketiga," papar pengamat transportasi dan Direktur Intsrans Darmaningtyas, usai berdialog dan menggunaka jasa ojol kemarin.
Dikatakan, mereka betul-betul merasakan sepinya penumpang. Tapi, juga tidak mudah mau meninggalkan Ojol karena tidak tersedia lapangan kerja baru dan usia sudah tidak memungkinkan lagi melamar ke sana kemari.
Yang pasti, papar Tyas, sapaan akrab dia, kasus yang menimpa mereka (driver ojol) itu tidak terkait dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah, melainkan yang dibuat oleh aplikator.
Pertanyaannya sekarang, "Apakah temen-temen driver Ojol di lain kota juga merasakan hal yang sama," jelas Tyas lagi.
Bila temen-temen driver Ojol dari daerah-daerah lain juga mengalami kasus yang sama, menurut Tyas, maka inilah dilemma yang dihadapi oleh driver Ojol. "Dari 40 orang yang saya wawancarai, tidak satupun yang menjadi driver Ojol karena awalnya pengangguran," aku Tyas.
Umumnya, mereka sudah bekerja di tempat lain, tapi karena iming-iming pendapatan gede dan ada bonus yang ditawarkan oleh aplikator. "Akhirnya, mereka memilih keluarga dari pekerjaan sebelumnya. Tapi, setelah mereka masuk ke Ojol dan meninggalkan pekerjaan lamanya, ternyata pendapatannya makin menurun," terang Tyas.
Pasalnya, menurut pamong Perguruan Taman Siswa ini, driver ojol-nya juga bertambah. Sementara, dengan usia mereka yang rata-rata sudah di atas 30 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SMTA, tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru seperti yang mereka alami sebelumnya.
Bukan Pada Regulasinya
Jadi, menurut Tyas, problem Ojol sebetulnya bukan di regulasinya, namun pada menurunnya pendapatan dan kesejahteraan mereka plus masa depan yang tidak jelas.
"Tidak satu orang pun dari 40 pengemudi yang saya wawancarai menyatakan akan menggantungkan hidupnya di Ojol. Kalau ada peluang kerja tetap yang lebih stabil mereka akan tinggalkan Ojol," kata Tyas, menirukan.
Ini adalah problem lapangan yang sesungguhnya. Problem regulasi akan menjadi relevan andaikan mereka dikejar-kejar polisi saat membawa penumpang. Sementara, ini tidak ada larangan dari mana pun, maka problem regulasi menjadi tidak relevan," urai Tyas.
Oleh karenanya, perlu segera mencari solusi yang terbaik untuk mereka, baik driver ojol, aplikator, Pemerintah serta masyarakat sebagai konsumen ojol itu sendiri.
"Yang relevan adalah, menekan kepada aplikator agar membuat kebijakan yang tidak merugikan driver dan penumpang," tegas Tyas.(helmi)