Dinamika Penanganan ODOL Dan Penerapan Sanksi Dalam UU LLAJ
Jumat, 21 Februari 2020, 05:59 WIBBisnisNews.id -- Perkembangan kebijakan bebas ODOL sejak diluncurkan tahun 2017 hingga tahun 2020, upaya Pemerintah setidaknya sudah melakukan empat hal, yaitu penguatan regulasi; sosialisasi, koordinasi dan kesepakatan; pelaksanaan program pendukung; dan penindakan dan penegakan hukum.
Dari beberapa kesepakatan yang sudah dilakukan ada hal yang dianggap berhasil. "Mereka itu antara lain, PT Astra Honda Motor memberlakukan pengangkutan sepeda motor tidak over dimension over loading, PT Pelindo melarang truk over dimension over loading melarang memasuki wilayah pelabuhan," kata akademisi FT Sipil Unika Soegijopranoto Semarang Djoko Setijowarno kepada BisnisNews.id di Jakarta.
Menurutnya, program perang melawan ODOL sudah dapat mengubah pandangan atau image di masyarakat jika Unit Pelaksanaan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang yang selama ini sebagai salah satu sarang pungli, sudah tidak terjadi lagi.
"Jika terbukti masih terjadi, maka sanksinya cukup berat bagi petugas yang melakukannya, dapat dipecat. Targetnya sudah menjadi tempat beristirahat pengemudi truk. Apalagi ketersediaan terminal angkutan barang di jalan nasional masih sangat minim," jelas Djoko.
Pasalnya, aku pengamat transpirtasi dari MTI itu, ada peningkatan layanan di UPPKB, seperti transparansi, penerapan teknologi sensor dimensi dan detector truk, penerapan tilang elektronik. "Pengembangan big data dengan sistem jembatan timbang online, penerapan ISO 9001-2015, sertifikasi TUV Rhienland atas pelayanan UPPKB," jelas Djoko.
Uji Tipe di UU No.22/2009
Aturan kewajiban uji tipe kendaraan, menurut Djoko, ada di pasal 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan uji tipe wajib dilakukan bagi setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.
Sementara, sanksinya ada di pasal 277 pada UU yang sama menyebutkan setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe dapat dipidana kurungan penjara paling lama 1 tahun atau denda paling tinggi Rp24 juta.
Selama kurun waktu tahun 2019, menurut Djoko, data Korlantas Polri mencatat terjadi 1.376.956 pelanggaran lalu lintas. Sebesar 136.470 kendaraan (10 persen) melakukan pelanggaran kelebihan kapasitas beban dan kapasitas dimensi. Dalam sehari rata-rata 378 angkutan barang melanggar ODOL.
Pelanggaran ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas versi Korlantas Polri. Peringkat pertama, pelanggaran surat menyurat 388.841 (28 persen), kedua pelanggaran marka 356.152 (26 persen), dan ketiga pelanggaran penggunaan sabuk keselamatan 224.600 (16 persen).
Terjadinya kecelakaan lalu lintas, sebut Djoko, dimulai adanya pelanggaran lalu lintas. Secara nasional, angka kecelakaan lalu lintas hingga akhir tahun 2019, jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas ada peningkatan 7 persen dari tahun sebelumnya. Korban meninggal dunia turun 13 persen, korban luka berat turun 6 persen, korban luka ringan naik 5 persen dan kerugian material mencapai Rp40,8 miliar, ada kenaikan 19 persen.
Jumlah korban kecelakaan lalu lintas tahun 2019 sebanyak 25.652 jiwa. Rata-rata per bulan sebanyak 2.138 jiwa. Rata-rata per hari sebanyak 71 jiwa. Rata-rata per jam sebanyak 3-4 jiwa.(helmi)