Direksi Baru Garuda, Blunder Bagi Manajemen ....
Rabu, 03 Mei 2017, 19:24 WIB
Direktur AIAC, Arista Atmadjati: "Garuda Indonesia menurut saya telah membuat dua langkah blunder. Yakni, pada saat RUPSL 12 April 2017 lalu telah mengganti direksi yang mayoritas bukan dari unsur airlines. Yang mengherankan lagi ialah, dalam RUPS, pemegang saham mengangkat Direktur Kargo, padahal Garuda Indonesia tidak mempunyai pesawat pengangkut khusus kargo (freighter).
Baca Sebelumnya : Terus Merugi dan Tidak Pernah Kasih Deviden, Ada Apa Dengan-mu Garuda ......
Bisnisnews.id - Sebagai maskapai kelas dunia yang telah masuk aliansi Sky Team, langganan meraih penghargaan dari lembaga pemeringkat maskapai kelas dunia Skytrax, pemegang safety rangking 1 USA FAA, serta pemegang lisensi safety IOSA dengan audit 900 item, rasanya aneh bila tidak lagi memiliki direktur operasi.
Maskapai yang telah mengantongi EASA (Eropa Standard Safety) telah menggantikan posisi direktur operasi dengan direktur produksi, yang membawahi bidang perawatan dan operasional. Menurut Arista Atmajati itu adalah sesuatu yang aneh.
"Penghapusan Direktorat Teknik dan Operasi sungguh di luar dugaan. Mengingat, bisnis maskapai adalah sebuah bisnis mata rantai dengan tingkat keselamatan zero accident. Tingkat kelayakan udara harus prima dan semua unit darat dan udara padat aturan," jelasnya .
Kata Arista, bukanlah sesuatu yang mengherankan ketika direktur produksi yang bukan dipimpin Captain Senior berlisensi tinggi, telah mendulang komentar miring para analis penerbangan Indonesia, mengingat maskapai Garuda Indonesia telah dikenal oleh FAA, IOSA, dan EASA maka penggantiannya menjadi direktorat produksi akan mengganggu kinerja .
Patut dicermati bahwa tidak adanya Direktur Operasi dan Direktur Pemeliharaan Pesawat, artinya Garuda Indonesia Tbk (GIAA) telah mengubah nomenklatur guna melakukan transformasi bisnis.
Dalam perubahan nomenklatur tersebut, nantinya operasi kelaikan dan kesehatan pesawat menjadi tanggung jawab Chief Operations, Chief Pilots, Chief Engineering dan GMF di bawah koordinasi Direktur Produksi. Artinya, posisi kendali keamanan atau safety operation tidak lagi sejajar dengan direksi, tapi di bawah direksi.
Perubahan nomenklatur yang dilakukan Garuda ini telah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan agar sesuai dengan CASR (Civil Aviation Safety Regulation).
Masalahnya, orang yang ditunjuk wajib memenuhi persyaratan CASR yaitu pilot senior berlisensi ATPL (Air Transport Pilot Licence). Saat ini bola panas diterima atau tidaknya perubahan nomenklatur tersebut itu ada di Kemenhub.
"Bisa saja itu dilakukan karena ada penanggung jawab Operasi & Maintenance yang mematuhi CASR, sejauh Kemenhub menyetujui dan konsisten boleh berlaku untuk maskapai-maskapai lainnya."
Namun, nampaknya polekmik tidak akan lama, karena kantor Kementerian BUMN santer akan segera mengembalikan organisasinya ke model yang lama dengan tetap mengakomodir Direktoran Operasi dan Teknik. Tapi tetap akan muncul masalah besar, yakni begitu tambunnya organisasi baru Garuda nantinya , dengan tetap adanya Direktorat Teknik, Operasi, Produksi dan Direktur Cargo," jelasnya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan perombakan jajaran direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dan mengangkat tujuh orang direktur yang baru. Tujuh orang tersebut adalah Pahala Nugraha Mansury yang diangkat sebagai Direktur Utama, Helmi Imam Satriyono sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, Nicodemus P Lampe sebagai Direktur Layanan, Puji Nur Handayani sebagai Direktur Produksi, Nina Sulistyowati sebagai Direktur Marketing dan Teknologi Informasi, Linggarsari Soeharso sebagai Direktur SDM dan Umum, dan Sigit Muhartono sebagai Direktur Kargo.
Menyoroti Direktur Cargo, Arista berpendapat, "Yang super aneh 'kan Garuda tidak mempunyai pesawat pengangkut khusus kargo, namun organisasinya malah justru dinaikkan menjadi sebuah direktorat dengan satu direktur dan beberapa Vice President, Senior Manager."
Ini akan semakin membuat lini organisasi kantor pusat dan area semakin tidak efisien alias pemborosan biaya organisasi. Di area manajemen kantor cabang juga terlalu banyak level pejabat setara Senior Manager. Sebagai contoh, di area ada dua senior manager untuk pekerjaan sebagai quality assurance.
CEO Garuda Indonesia, Pahala Mansury baru-baru ini telah merilis laporan keuangan selama triwulan 1 dan mencatat kerugian 99,1 juta dollar AS hanya dalam waktu 3 bulan. Tidaklah mengherankan bila Menteri BUMN mencatat Garuda Indonesia adalah satu dari 25 BUMN yang pada triwulan 1/ 2017 menyumbang total kerugian 25 triliun. (Syam S)