Direksi BUMN Sebaiknya Dilelang Secara Terbuka
Senin, 28 Oktober 2019, 06:05 WIBBisnisNews.id -- Setelah Pilpres usai, pelantikan menteri usai, pelantikan wakil menteri rampug, bagi bagi jabatan berikutnya adalah jabatan di BUMN. Diperkirakan ada ribuan jabatan di 114 BUMN yang siap dibagi bagikan kepada siapapun yang dikehendaki Presiden dan pembantu pembantunya.
Seluruh jabatan tersebut cukup untuk menghapus lelah dan keringat partai pengusung, partai pendukung dan tim sukses pilpres. Jabatan yang siap dibagikan adalah mulai dari Direktur Utama (Dirut), Direksi, komisaris, dan lain sebagainya.
Jabatan-jabatan tersebut dapat diisi oleh orang luar BUMN dan orang dalam BUMN. Sangat bergantung kepada menteri BUMN. Selama ini kewenangan bagi bagi jabatan dalam BUMN memang diambil oleh menteri BUMN. Meskipun didalam UU BUMN sendiri sama sekali tidak menyebut menteri BUMN, tidak menyebut kewenangan menteri BUMN dalam membagi bagi jabatan di BUMN dan tidak menyebut Menteri BUMN sebagai pemegang saham BUMN sehingga berwenang bagi bagi jabatan dalam BUMN.
Sebagaimana diketahui, landasan hukum bagi-bagi jabatan dalam BUMN adalah Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per- 06/Mbu/04/2015 Tentang Persyaratan Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka Di Lingkungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Peraturan ini mengacu pada berbagai peraturan perundang undangan yakni :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4916);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4018), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014;
7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014- 2019;
8. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-06/MBU/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Badan Usaha Milik Negara;
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah;
Seluruh peraturan perundang undangan yang digunakan sebagai landasan hukum dalam bagi-bagi jabatan di BUMN adalah UU yang terkait dengan PNS atau ASN. Menteri BUMN melandasi keputusannya dalam penempatan pejabat dalam BUMN dengan menggunakan regulasi tentang PNS atau ASN.
Padahal BUMN sendiri sebagian adalah perseroan terbatas, perusahaan yang mencari keuantungan, namun pengangkatan direksi dan pengurusnya diangkat menggunakan UU ASN. Seharusnya jika menggunakan UU ASN maka Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harus terlibat dalam penunjukan dirut dan direksi BUMN tersebut.
Mengingat pemilihan dan pengkatan pejabat BUMN oleh menteri BUMN sampai ke tingkat jabatan tehnis, jabatan direktur direktur dan jabatan lain yang setara. Pihak yang mengisi jabatan jabatan tersebut dapat berasal dari luar BUMN yang bersangkutan, bisa dari BUMN lain, atau dari kalangan politisi, akademisi, tim sukses dan lainnya.
Pengangkatan pejabat sampai ke tingkat jabatan tehnis seringkali menutup celah pejabat karier di BUMN. Menteri BUMN secara otoriter mengangkat pejabat di BUMN tanpa melalui lelang jabatan secara terbuka.
Padahal bagi bagi jabatan setingkat dirjen di kementrian saja memakai prosedur lelang jabatan, mengapa BUMN tidak lebih professional dari birokrasi ? mengapa menteri BUMN tidak melakukan lelang jabatan di BUMN ? sehingga orang dalam BUMN juga berhak ikut kompetisi.
*Salamudin Daeng, pengamat ekonomi politik