Ditjen Hubdar Kaji Program Angkutan Massal Gabungan "O-Bahn"
Senin, 24 Juni 2019, 14:00 WIBBisnisnews.id - Kementerian Perhubungan tengah mengkaji angkutan massal gabungan Bus Rapid Transit (BRT) dan Light Rapid Transit (LRT) bernama "O-Bahn", sebagai alternatif angkutan massal perkotaan di Indonesia.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/6/2019) mengatakan, terbangunnya infrastruktur jalan, tentunya perlu dilakukan antisipasi agar masyarakat tidak memenuhinya dengan kendaraan pribadi. Caranya yaitu dengan mengoptimalisasikan angkutan massal.
Sejauh ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah berupaya mengoptimalkan prasarana dan sarana Transportasi Massal Perkotaan di Indonesia, dalam rangka mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berdampak terjadinya kemacetan yang menjadi permasalahan serius di daerah perkotaan di Indonesia.
Berbagai macam angkutan massal perkotaan telah dibangun seperti Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT).
"Tahun 2019 ini adalah era Kementerian Perhubungan untuk memperbaiki semua sarana dan fasilitas menyangkut angkutan umum. Kita juga harus cepat merespon karena beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai mengalami kemacetan," ujar Budi.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Perkeretaapian Zulfikri menyampaikan seiring dengan perekembangan teknologi, saat ini banyak dikembangkan moda angkutan massal seperti misalnya : O-Bahn yang dapat dibangun dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan LRT, namun agak lebih mahal dibandingkan dengan BRT biasa.
“Kapasitasnya lebih besar dari pada busway, tapi lebih kecil dari LRT. Anggarannya memang lebih besar dari pada busway karena kita harus membangun beberapa ruas jalur. Untuk tempatnya mungkin di luar dari Jakarta, karena itu kita perlu lihat lagi bagaimana masterplan kotanya. Maka kita perlu kaji lebih lanjut dan duduk bersama dengan Pemda dan stakeholder terkait,” sebut Zulfikri.
O-Bahn adalah merupakan bagian dari sistem transit BUS cepat. O-Bahn ini memadukan konsep BRT dan LRT dalam satu jalur yang sama.
Bus ini memiliki roda pandu yang berada di samping ban depan bus. Roda pandu ini menyatu dengan batang kemudi roda depan, sehingga ketika bus memasuki jalur O-Bahn, supir tak perlu lagi mengendalikan arah bus karena roda pandu akan mengarahkan bus sesuai dengan arah rel pandu serta mencegah bus terperosok ke celah yang ada di jalur. Sistem ini pertama kali diterapkan di Kota Essen, Jerman dan saat ini sudah digunakan di berbagai negara seperti Australia dan Jepang.
Terkait O-Bahn, pengamat dan penggiat transportasi umu perkotaan Joko Setidjowarno menyarankan, sebaiknya program itu dilupakan. Alasannya, program itu hanya menambah beban pemerintah daerah dan keterbatasan keuangan negara dan kemampuan fiskal.
Selain pertimbangan biaya yang tidak sedikit, belum tentu pemda mau menerima konsep tersebut. Apalagi regulasi untuk menerapkannya belum ada. Bisa jadi masalah baru jika belum dilengkapi dengan regulasi.
Teknologi yang tidak murah, masih asing di Indonesia, butuh waktu menyiapkan prasarana pendukung dan mempelajari teknologinya. Untuk lima tahun ke depan cukup sebagai wacana saja. (*/Jam)