Ditolak Berlebaran Dirumah, Terdakwa Fredrich Kesal dan Menyumpahin JPU KPK
Jumat, 08 Juni 2018, 14:08 WIBBisnisnews.id - Mantan pengacara terpidana Setya Novanto, yang kini menjadi terdakwa dan dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum KPK, Fredrich Yunadi, sangat kecewa, karena keinginannya berada di tengah-tengah keluarga saat lebaran tidak dikabulkan Majelis Hakim.
Fredrich dalam sidang itu juga menyampaikan sumpah serapahnya kepada Jaksa Penutut KPK yang ikut menolak permohonan dirinya berlebaran bersama keluarga. Padahal dirinya sudah janji, pada lebaran nanti akan berada ditengah-tengah keluarga dan melakukan sungkeman dengan ibu-nya yang sudah berusia lanjut.
"Pengajuan permohonan melalui penasihat hukum, mengingat hari raya, ibu saya umur 94 tahun, pada hari raya biasa sungkem, kalau diperkenankan sungkem ke orangtua yang sudah 94 tahun, itu karunia Tuhan yang luar biasa, kami tidak tahu bisa sampai usia berapa," kata Fredrich dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, (8/6/2018).
Atas permohonan terdakwa, Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri mengtakan, suratnya belum sampai tapi praktiknya sangat tergantung kepada Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan kemudian menjelaskan bahwa jaksa sudah menanyakan ke Rutan Cipinang mengenai jadwal besuk pada Hari Lebaran.
"Bahwa jadwal untuk besuk pada hari raya Lebaran tetap ada dan kami dapat informasi pelaksanaannya pada pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB pada Jumat-Sabtu kecuali Minggu. Besuk hari biasa mulai pukul 09.00 sampai 15.00 WIB khusus minggu depan, jadi rutan Cipinang membuka kesempatan untuk keluarga membesuk tahanan di sana," kata Takdir Suhan.
Namun Fredrich mengatakan, pengajuan dirinya lebaran untuk sungkem dengan ibunya bukan dibesuk.
"Yang kami maksud bukan besuk, tapi umur ibunda saya 94, kemungkinan PU belum ada orangtua seumur ibu saya, masa tega untuk minta ibu saya ke sana?" kata Fredrich dengan nada tinggi.
"Pegawai punya hak cuti, pengawal tahanan (waltah) di KPK jadi lebih sedikit, apalagi ada OTT (Operasi Tangkap Tangan), butuh dijaga lebih," kata Jaksa Takdir.
"Kami sudah tanya waltahnya, seperti hari ini hanya saya, sifatnya mengada-ngada, sifatnya balas dendam, yang menentukan Yang Mulia bukan PU dan kita bisa minta polisi untuk pengawalan," tegas Fredrich tidak mau kalah.
Hakim pun mengambil waktu sebentar untuk bermusyawarah. "Tapi kan bulan Syawal sebulan, kalau sudah masuk (hari kerja) lebih mudah ke sananya, mohon maaf kita sudah musyawarah saat hari raya tidak bisa tapi kalau masih bulan Syawal, kami rasa bisa," jelas hakim Saifuddin.
"Seluruh keluarga besar, keluarga dari Amerika, Singapura, London berkumpul pada hari raya untuk sungkem, kalau pengawalan kepolisian siap 24 jam dan apapun alasan yang disampaikan penuntut umum seolah-olah bisa memerintahkan majelis hakim, waltah mereka kan malah tidak ada izin khusus bukan penegak hukum," ungkap Fredrich.
"Untuk permintaan itu mohon maaf tidak bisa dipenuhi, nanti keluarga yang dari luar negeri bisa besuk ke rutan untuk bertemu saudara, kalau resmi masuk hari Kamis mungkin bisa, kalau hari raya tidak bisa kami penuhi," tambah hakim Saifuddin.
"Kami bersumpah penuntut umum akan mendapat balasan dari Allah, insya Allah orangtuanya masih hidup," tegas Fredrich. "Mohon dicatat Yang Mulia kami keberatan dengan ucapan yang terakhir," kata jaksa Takdir. (Ari)