Ekonomi Indonesia Bocor, Kemana Larinya Devisa Kita ?
Minggu, 17 November 2019, 19:20 WIBBisnisNews.id -- Indonesia adalah eksportir komoditas terbesar dan terlengkap di dunia. Tapi ironis, hasilnya menjadi salah satu Negara yang rakyatnya paling melarat di dunia.
Patut diduga bahwa seluruh data yang dikeluarkan oleh lembaga resmi negara pada dasarnya bukanlah data yang sesungguhnya. Sebagian besar data itu diperoleh dari survey, atau laporan yang disampaikan perusahaan perusahaan. "Jadi, bukan hasil pemeriksaan yang dilakukan auditor resmi negara," kata peneliti AEPI Salamuddin Daeng di Jakarta.
Contoh yang paling mengemuka, lanjut dia, terkait kesalahan data paling fatal adalah data produksi beras nasional. Dua lembaga yakni Kementan RI dan BPS mengeluarkan data berbeda tentang produksi beras yang selisihnya mencapai 46%. "Sangat besar selisih tersebut dan sangat tidak wajar. Kedua data tersebut akhirinya tak bisa digunakan untuk kepentingan analisis apapun," jata Daeng lagi.
Demikian juga dengan data yang lain, jelas Daeng, terutama berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam Indonesia. "Semua data yang dikemukakan oleh Pemerintah diperoleh dari survey yang tidak sepenuhnya dapat dipercaya kebenarannya," papar dia.
Oleh karenya, kilah Daeng, harus di konfrontir dengan data data dari hasil penelitian lembaga-lembaga internasional atau impor negara lain atas sumber daya alam Indonesia.
"Kekacauan data ini, merupakan titik awal terjadinya kebocoran dalam perekonomian nasional dan anggaran negara dan koruosi. Data data ekstraksi sumber daya alam yang berbasis pada keterangan perusahaan perusahaan telah membuka ruang moral Hazard dalam praktik pengelolaan sumber daya alam Indonesia," kilah Daeng.
Akibatnya, menurut Daeng, negara yang begitu kaya dengan ekspor segala macam kekayaan alam yang diambil dari perut bumi dan dari atas tanah Indonesia. "Ternyata tidak menyumbang signifikan terhadap ekonomi nasional dan penerimaan negara," terang Daeng.
Patut diduga, kekayaan alam bocor dan sengaja dibocorkan untuk semakin memperkaya perusahaan perusahaan, para pejabat pemerintahan, aparat hukum. "Praktik semacam itu telah meminimalkan bagian yang seharusnya diterima oleh negara dan rakyat," urai Daeng.
Begitu banyak yang diekspor dari komoditas asal Indonesia. Tapi silakan cek penerimaan negara dari hasil pengerukan sumber daya alam tak seberapa. Sebagai contoh penerimaan negara dari sumber daya alam SDA non migas di dalam APBN tak lebih dari Rp50 triliun. "Angka itu tidak lebih dari 10 % revenue ekspor batubara saja. Bagaimana dengan yang lain," kilah Daeng.
Sebaliknya, sebut aktivis muda itu, coba perhatikan data dari berbagai sumber berikut, tentang bagaimana Indonesia menduduki peringkat utama di dunia dalam ekspor berbagai komoditas, betapa luar biasa negara ini.
"Sehingga, kuat dugaan bahwa terjadi kebocoran besar dalam ekaplotasi kekayaan alam tambang, sawit, minyak, gas, kayu, karet dan lain sebagainya," papar Daeng.
Kemana Uang Kita ?
Pertama, Indonesia berada pada urutan ke 6 negara exporter petroleum gas, nilainya mencapai 9 miliar dolar AS atau senilai Rp126 triliun. Uangnya kemana ?
Kedua, Indonesia produsen timah terbesar di dunia dan ekportir timah terbesar di dunia jumlahnya 400 ribu ton. Jika harga 12 dolar AS per kg maka nilai produksi Indonesia mencapai Rp67 triliun. Uangnya mana ?
Ketiga, Indonesia exporter minyak sawit (CPO) terbesar di dunia, separuh dari ekspor global, nilainya 18,5 miliar dolar AS atau Rp203 triliun, uangnya lari kemana ya ? Produksi mencapai 36 juta ton, harga per ton 600 dolar sampai 700 dolar AS.
Maka nilai produksinya mencapai Rp352 triliun pada harga 700 dolar AS per ton, arahan Rp294 triliun pada harga 600 dolar AS per ton, hilangnya kok banyak sekali?
Keempat, Indonesia eksportir batubara terbesar di dunia nilainya 17,9 miliar dolar AS atau senilai Rp250 triliun, uangnya kemana ya ? Jumlah ekspor batubara mencapai 400 juta ton, harga rata rata 70-100 dolar AS per ton.
Jadi ekspor bisa mencapai Rp560 triliun pada harga 100 dolar AS, atau Rp392 triliun pada harga 70 dolar AS per ton. Uangnya kemana lagi? (nda/helmi)