Indonesia Darurat ODOL
Kamis, 27 Februari 2020, 09:04 WIBBisnisNews.id -- Dampak angkutan mobil barang over dimension over loasing (ODOL) tidak hanya dirasakan oleh pemerintah pusat di jalan nasional. Akan tetapi juga dialami oleh Pemda yang punya wewenang membangun dan memelihara jalan kota, jalan kabupaten dan jalan provinsi.
"Kerusakan jalan yang begitu cepat pasti akan menguras APBN dan APBD yang sebenarnya dapat digunakan untuk program lainnya," kata akademisi FT Sipil Unika Soegijopranoto Semarang Djoko Setijowarno di Jakarta.
Belum lama ini, lanjut dia, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya meluapkan kekesalannya terhadap pengemudi muatan tanah yang melintas di Kampung Pasir Buah, Desa Lebakasij, Kecamatan Curugbitung. "Mobil truk dihentikan karena merusak dan mengotori jalan serta mengakibatkan jembatan Cibeureum rusak berat dan berlubang," kata Djoko menjawab BisnisNews.id.
Iti melanjutkan, jembatan ini pembangunannya dibiayai APBD Kab. Lebak senilai Rp50 miliar lebih. Akhirnya ditutup untuk diperbaiki dan tidak dapat dilewati warga untuk sementara waktu. "Tentunya sangat mengganggu aktivitas warga, karena tidak dapat bermobilasi dengan lancar," jelas Djoko.
Rangkaian berikutnya, menurut dia, perekonomian warga pasti terganggu, harga barang akan melonjak karena ketidaklancaran distribusi barang dan orang akibat infrastruktur jalan dan jembatan yang rusak.
Hal yang sama tidak hanya dirasakan Pemkab. Lebak, Provinsi Banten, pasti dialami Pemda yang lainnya. Sayang baru Iti yang dengan ekspresif dan terbuka berani mengungkapnya.
Menurut data dari Stastitik Perhubungan 2018, menurut Djoko, distribusi angkutan barang berdasarkan moda di Indonesia, terbanyak menggunakan angkutan jalan (truk) 91,25 persen.
"Kemudian diikuti angkutan laut (kapal batang) 7,07 persen, angkutan penyeberangan (ferry) 0,99 persen, kereta api 0,63 persen, angkutan udara (pesawat) 0,05 persen dan angkutan sungai (perahu) 0,01 persen. Keunggulan menggunakan moda truk adalah aksesibilitas, cepat dan responsif," sebut Djoko.
Masalah ODOL?
Hingga sekarang, menurut Djoko, masih ada masalah untuk over dimension over loading (ODOL). Permasalahan over dimension, seperti masih banyak ditemukan truk yang beroperasi mengangkut muatan dengan ukuran melebihi ukuran yang ditentukan; masih ditemukan ketidaksesuaian antara fisik kendaraan bermotor dengan dokumen.
Mereka itu seperti Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT) atau Buku Uji, serta masih ditemukan buku KIR palsu; penindakan hukum terkait pelanggaran modifikasi kendaraan masih lemah.
Sementara, permasalahan over loading, seperti pelanggaran muatan dengan muatan lebih dari 100 persen dari yang diizinkan atau rata–rata dari kendaraan 2 sumbu, 3 sumbu atau lebih adalah berkisaran pada 20 ton per sumbu.
Sementara, denda yang diberikan oleh pengadilan bukan merupakan denda maksimal; dan isu yang berkembang terkait over loading dilakukan oleh Pemilik Barang, bukan oleh Transporter atau pemilik armada.(helmi)