Indonesia Terjerat Mafia Impor, Apa Langkah Presden Jokowi ?
Senin, 09 Desember 2019, 06:48 WIBBisnisNews.id -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah minta penurunan suku bunga bank di Indonesia. Namun, tak ada satupun perbankan nasional yang menggubris permintaan Presiden. Padahal keresahan Presiden Jokowi soal suku bunga bank ini adalah keresahan yang sangat beralasan.
"Seperti diketahui, sampai saat ini suku bunga bank sangat tinggi. Dan itu menjadi sumber pelemahan ekonomi nasional. Melemahnya konsumsi dan melemahnya pergerakan Produk Domestik Bruto (PDB)," kata ekonomi AEPI Salamudin Daeng di Jakarta.
Baru-baru ini, lanjut dia, Presiden Jokowi juga meminta agar mafia migas migas diberantas. Mafia migas yang dimaksud Presiden adalah mafia yang berkaitan dengan impor migas, karena nyata-nyata memberatkan ekonomi dan menguras devisa negara.
"Importasi paling tinggi, terutama adalah impor produk minyak seperti solar, LPG dan lain lain. Impor migas ini mengakibatkan subsidi membengkak dan defisit neraca transaksi berjalan membesar," jelas Daeng.
Namun sampai sekarang ini, menurut Daeng, lagi-lagi seruan Presiden Jokowi tak pernah digubris juga. Tak terlihat kerja aparat penegak hukum dalam memberantas mafia migas.
Padahal statemen Presiden Jokowi sudah sangat jelas, tak perlu diinterpretasi lagi. "Berantas mafia migas, kurangi impor migas kalau bisa hentikan impor. Seharusnya, aparat pemegak hukum sebagai pembantu Presiden Jokowi segera bertindak," kritik Daeng.
Tidak hanya itu, lanjut dia, ada banyak lagi perintah Presiden Jokowi yang tidak digubris oleh para pembantu presiden. Ini sungguh sangat aneh. Karena Presiden adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata, kepala negara dan kepala pemerintahan.
"Seharusnya Presiden Jokowi “mendehem” saja para pejabat negara segera bangun dari tempat duduk mereka dan menjalankan tugasnya dengan optimal," kritik Daeng.
Impor Migas Mencekik
Selain mafia impor Migas, menurut Daeng, negeri ini juga didesak mafia impor gandum. Komoditas ini tak ditanam di Indonesia, tapi ketergantungan pada gandum makin besar. "Akibatnya, impor gandum turus membanjir dan tentu ikut menguras devisa negara Indonesia," sebut Daeng.
Menurut Daeng, mafia impor gandum lebih dahsyat dari mafia impor beras, jumlah impornya 5 kali lipat lebi besar dari impor beras. Dan terus menciptakan ketergantungan luar biasa, karena gandum sama sekali tidak diproduksi di dalam negeri.
"Sementara, upaya mengembangkan produk pengganti gandum tidak pernah terwujud. Bahkan, tidak ada sama sekali dalam perencanaan pembangunan Indonesia," kilah Daeng.
Sementara masahnya besar sekali, impor besar dan bisa menjadi ada ketergantungan seumur hidup. "Mereka berhasil membuat masayarakat Indonesia tergantung mie instan yang jelas tidak sehat," papar Daeng.
"Apakah itu terjadi dengan sendirinya ? Dipastikan ada tangan tersembunyi yang mengatur ini pasti lebih dahsyat dari mafia impor beras," terang Daeng.
Salamuddin Daeng menyebutkan, data impor beras Indonesia sebanyak 2 juta ton/ tahun, impor gula 3 juta ton, impor gandum 11 juta ton. Komoditas tersebut didatangkan dari lura negeri dan dibayar dengan valas khususnya Dolar AS.
"Gandum jelas rajanya impor, kalau yang 2 juta ton saja diatur mafia bagaimana yang 11 juta ton? Layak dicurigai, permainan mafia impor gandum lebih dagsyat lagi," tegas Daeng.(helmi)