IPC Optimis Mampu Menekan Biaya Logistik, Berikut Penjelasannya
Rabu, 11 April 2018, 20:04 WIBBisnisnews.id - Senior Vice President Bidang Pengembangan Bisnis PT.Pelindo II/IPC, Guna Mulyana mengatakan, penyediaan fasilitas container freight station (CFS) center
bagian dari program penataan yang berkelanjutan di pelabuhan Tanjung Priok.
Implementasi layanan CFS Pelabuhan Tanjung Priok yang saat ini berlokasi di gudang Agung Raya Warehouse dan Multi Terminal Indonesia (MTI), tutur Mulyana nantinya akan diperluas.
“Kami tetap komitmen layanan di CFS center itu efisien, cepat dan murah serta transparan. Dulu kami pernah mengadakan penelitian biaya layanan LCL di lini dua pelabuhan itu ada sekitar 75 item,” tuturnya dalam Focus Group Discussion (FGD) di hotel Danau Sunter Jakarta (11/4/2018).
Pelayanan CFS centre Priok oleh Pelindo II, ungkapnya hanya mengenakan tariff receiving, delivery dan mekanik (RDM) serta biaya storage atau penumpukan.
Dia mengatakan, pelayanan ini akan berkolaborasi dengan seluruh pelaku bisnis di pelabuhan Priok yang sudah menggeluti kegiatan penangangan kargo impor LCL dengan mengedepankan transparansi tarif dan pelayananan.
“Ayolah kita bersama membangun kemajuan pelabuhan ini demi mewujudkan layanan logistik yang lebih efisien,” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah terus berupaya meningkatkan logistik performace indeks (LPI) Indonesia yang saat ini berada di posisi ke empat Asean. Peringkat tertinggi adalah Singapore (peringkat 5), diikuti Malaysia (32), Thailand (45), Indonesia (63), Vietnam (64), Brunei Darussalam (70), Philippines (71), Cambodia (73), Myanmar (113), dan Lao PDR (152).
Ketua Umum Ikatan Eksportir Importir (IEI) Amalia mengapresiasi tersedianya fasilitas CFS Center di pelabuhan Tanjung Priok dalam upaya menurunkan biaya logistik di Pelabuhan.
Namun, ungkapnya harus ada standarisasi pelayanan termasuk pedoman pengawasan dan pengendalian pemberlakuan tarif pelayanan jasa barang di CFS Center yang dapat dijadikan panduan importir dalam melakukan kalkulasi biaya.
”Selama ini layanan kargo impor berstatus LCL tidak ada standarnya termasuk dari sisi biayanya.Banyak anggota kami mengeluh karena dikenakan biaya yang menurut kami tidak wajar atas layanan kargo impor jenis itu,” tegas Amalia.
Selama ini masalah ketidakpastian biaya kargo impor berstatus LCL yerkadi lantaran importir tidak dapat menentukan cara pengiriman atau terms payment secara FOB sehingga Forwarder sudah ditentukan dari supplier dengan payment terms CFR/CNF atau CIF.
Kendala lainnya, kata dia, Peraturan Tata Niaga Impor dengan adanya verifikasi dinegara asal serta penerbitan ijinnya yang masih lama, serta masih manualnya kegiatan penyerahan Bill Of Lading untuk penerbitan delivery order (DO) mengingat jarak kantor forwarder atau pelayaran yang jauh dan rata-rata berlokasi jauh diluar Pelabuhan.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, layanan kargo impor berstatus LCL bersifat business to business dan oleh karenanya jangan sampai ada upaya meregulasikan fasilitas CFC centre di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Sebaiknya diserahkan ke mekanisme pasar terhadap layanan LCL impor itu, kalau ada anggota kami yang seenaknya mengutip tariff gak wajar sampaikan ke kami pasti kami lakukan teguran,” ujarnya.
Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut (Kabidlala) Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Hotman Sijabat menegaskan, sebagai regulator instansinya menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan Priok.
“Kalau ada keluhan dan yang mengenakan tarif layanan impor LCL seenaknya silahkan laporkan ke Kantor OP Tanjung Priok. Pasti kami lakukan tindakan,” ujarnya. (Dewi Anggraini)