Jakarta Ubah Kebijakan, Manfaat 3 in 1 Baru Terasa
Sabtu, 08 Juli 2017, 11:40 WIB
Bisnisnews.id - Perubahan kebijakan di Jakarta secara tidak sengaja mengajarkan pengemudi manfaat lebih car pooling atau biasa dikenal 3 in 1.
Definisi sederhana Car pooling adalah 'berbagi perjalanan dalam satu arah tujuan'. Berbagi berarti menggunakan kendaraan secara bersama-sama dan menanggung biaya bahan bakar/tol secara bersama-sama. Selain lebih hemat, sistem ini dapat menekan jumlah penggunaan kendaraan pribadi.
Ketika kendaraan di jalan utama menuju kawasan bisnis Jakarta diharuskan memiliki 3 penumpang pada jam sibuk, dibutuhkan sekitar 2,8 menit untuk bergerak sejauh 1 kilometer antara pukul 7 pagi dan 8 malam dengan kecepatan sekitar 13 mil per jam. Pada saat puncak kemacetan, pengemudi bisa menunggu hingga 4,4 menit untuk jarak hanya 1 kilometer.
Sekarang para ekonom memiliki bukti bahwa kebijakan carpool di Jakarta berjalan dengan baik. Ketika tiba-tiba dibatalkan, lalu lintas berubah jadi mengerikan.
Dengan menggunakan data Google Maps yang dikumpulkan dari ponsel Android, periset dari Harvard dan MIT menghitung bahwa kecepatan bolak balik melambat 0,98 menit per kilometer pada pagi hari dan ditambah 2,5 menit per kilometer di malam hari. Artinya terjadi 46 persen peningkatan waktu komuter di pagi hari dan 87 persen di malam hari, menurut laporan di jurnal Science edisi Jumat.
Hasil akhirnya, kendaraan sebelum ada pembatasan carpools, merangkak sepanjang 19,2 km per jam pada pagi hari, nassnya dalam perjalanan pulang mereka bahkan tidak mencapai 11,2 km per jam.
Ekonom MIT dan penulis studi Benjamin Olken menggambarkannya sebagai hanya sedikit lebih cepat daripada jalan kaki.
Kebijakan carpooling di Jakarta pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992. Mobil-mobil pribadi di Jalan Sudirman harus memiliki tiga atau lebih penumpang antara jam 7 pagi - 10 pagi dan antara pukul 16.30 - 7 malam. Pelanggaran 3 in 1 didenda maksimal 500 ribu rupiah.
"Kebijakan itu belum tentu populer," tulis penulis penelitian tersebut. Banyak orang Indonesia merasa skeptis bahwa peraturan tersebut kemacetan, terutama karena pengemudi bisa mengatasinya dengan menyewa joki.
Hal tersebut mendorong gubernur Jakarta untuk mengakhiri kebijakan carpool 3 in 1 pada bulan Maret 2016. Perubahan tersebut, katanya, akan mulai berlaku dalam waktu sekitar seminggu.
Itu adalah skenario sempurna untuk apa yang oleh para ekonom disebut sebagai eksperimen alami. Olken dan rekan penulisnya, Rema Hanna dari Sekolah Dokumenter Harvard dan Gabriel Kreindler dari MIT mulai melakukan riset.
Dua hari setelah kebijakan baru diumumkan, mereka mulai mengumpulkan data lalu lintas pengemudi di Jalan Sudirman. Mereka juga mengumpulkan data pengemudi di dua jalan alternatif Jalan Sudirman yang tidak pernah mengikuti kebijakan carpool. Data Google Maps diambil sebagai sampel, setiap 10 menit selama lebih dari sebulan.
Tidak hanya lalu lintas di jalan utama memburuk setelah peraturan carpool diangkat, namun juga memburuk pada rute alternatif di tengah hari dan pada jam sibuk malam hari, hasil temuan para periset itu.
Penjelasan paling sederhana untuk data tersebut adalah bahwa ada lebih banyak lalu lintas di seluruh kota begitu carpools tidak lagi dibutuhkan, menurut penelitian tersebut.
Para peneliti kemudian memperluas analisis dan memasukkan Jalan Gatot Subroto, jalur 3 in 1 lainnya dan 8 jalan alternatif. Sekali lagi, lalu lintas memburuk tidak hanya di jalan Gatot Subroto, tetapi juga di jalan alternatif, di mana penundaan meningkat 21 persen pada siang hari dan 29 persen pada jam sibuk malam hari serta 34 persen pada jam berikutnya.
Para ekonom tampaknya terkejut dengan besarnya efek samping, yang menurut mereka cukup luar biasa dan jauh lebih besar daripada Los Angeles, yaitu ketika pemogokan pekerja angkutan umum di 2003 atau London, dimana pengemudi harus membayar biaya kemacetan untuk berkendara di pusat kota antara jam 7 pagi dan 6 sore.
Insentif yang berbeda untuk carpooling baru-baru ini disarankan oleh para periset di University of Waterloo. Bissan Ghaddar, seorang ahli dalam riset operasi menganalisis lewat Twitter tentang mobil penumpang potensial dan menemukan jaringan sosial, ciri kepribadian, dan lokasi geo masing-masing orang. Mereka kemudian menggunakan model perjodohan untuk mensimulasikan bagaimana perilaku carpooler yang kompatibel di dua kota besar. Total penggunaan mobil turun sebesar 57 persen di Roma dan 40 persen di San Francisco, tulis mereka dalam Riset Transportasi Sub C.
"Sebagai carpooler itu sendiri, saya tidak bisa melebih-lebihkan pentingnya kompatibilitas." kata Ghaddar. (marloft)