Kabinet Indonesia Maju Dan Kekacauan Koordinasi
Jumat, 22 November 2019, 08:09 WIBBisnisNews.id -- Kabinet Indonesia Maju adalah nama yang diberikan oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, sebagai kelanjutan kepemimpinan di periode kedua Presiden Jokowi. Seharusnya organisasi kabinet yang dibentuk pada periode kedua ini akan semakin baik dibanding Kabinet Kerja pada periode 2014-2019 lalu yang tak terkoordinir baik dan tumpang tindih.
Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya, kabinet yang telah dibentuk oleh Presiden Jokowi semakin tumpang tindih dan terkesan serampangan dalam penyusunan numenclateurnya.
Jika mengacu pada definisi organisasi (organization) yang merupakan suatu kelompok orang, maka tentu kelompok tersebut biasanya memiliki atasan dan juga bawahan, dimana bawahan atau dalam sebuah perusahaan karyawan/pegawai yang berada di bawah pengarahan atasan (manajer/pimpinan) demi mencapai tujuan bersama.
Menurut Schein, “Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab”. Dengan pengertian organisasi tersebut, telah sangat jelas bahwa dalam rangkaian organisasi itu terdapat suatu hubungan erat antara atasan atau pimpinan dan bawahan, sehingga akan terjalinlah sebuah program kerja yang efektif, dan hal itu tidak luput dari adanya suatu pengorganisaan dari seorang pemimpin organisasi sebagai koordinator dan sekaligus konduktor.
Anggota Kabinet Indonesia Maju yang menjabat di kementerian secara keseluruhan berjumlah 42 orang, terdiri dari 4 (empat) orang Menteri Koordinator (Menko), 30 orang Menteri Teknis dan 8 (delapan) orang Wakil Menteri/Wamen (2 orang adalah Wamen BUMN).
Memperhatikan susunan anggota Kabinet Indonesia Maju, tampak keanehan dan keganjilan pada numenclateur yang akan berdampak pada koordinasi organisasi dalam mencapai tujuan seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo. Numenclateur tersebut jelas akan mengganggu kinerja kabinet yang kemudian akan membuat gaduh serta tak akan fokus bekerja secara optimal.
Struktur kabinet yang terbentuk saat ini tidak akan efektif dan efisien dalam mencapai kinerja pemerintahan 5 (lima) tahun ke depan dan cenderung memperpanjang jalur birokrasi dan koordinasi.
Tumpang Tindih Fungsi
Sebagai contoh, fungsi koordinator pada Kementerian Kemaritiman dan Investasi dan Kementerian Perekonomian, bahwa selama 5 (lima) tahun Kabinet Kerja selalu tumpang tindih, membuat kacau urusan birokrasi serta bergandanya jalur koordinasi kementerian teknis. Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) adalah pihak yang mengelola tindak lanjut kebijakan yang berkaitan dengan bidang perekonomian untuk urusan investasi, selama ini adalah di bawah koordinasi Kementerian Perekonomian.
Lalu, apa hubungan koordinasi Menteri Investasi/ Kepala BKPM dengan Kementerian Kemaritiman dan Investasi? Apakah Menteri Investasi/Kepala BKPM harus berkoordinasi dahulu dengan 2 (dua) orang Menko ini sebelum mengambil keputusan terkait investasi dari investor dalam negeri dan luar negeri?
Bagaimana halnya dengan kementerian bidang ekonomi dan industri lainnya yang selama ini berkoordinasi dengan Kementerian Perekonomian dalam berbagai urusan investasi, perindustrian dan perdagangan untuk menggerakkan sektor manufaktur (riil), termasuk juga industri perikanan dan kelautan yang berada di bawah koordinasi Menko Kemaritiman dan Investasi.
Satu contoh, soal investasi saja sudah dapat menggambarkan bagaimana buruknya koordinasi anggota kabinet yang dijabat oleh Menteri teknis lainnya dalam menjalankan organisasinya. Alih-alih janji merampingkan kabinet yang seharusnya ditunaikan, malah membuat numenclateur sesuka hati sehingga berakibat adanya tumpang tindih birokrasi yang akan berimplikasi pada kegaduhan dan kekacauan koordinasi sehingga merugikan publik dan keuangan negara dalam jangka panjang.
*Defiyan Cori, ekonom konstitusi/nda