Kasus e-KTP, KPK Didesak Usut Tuntas dan Jangan Gentar Dengan Politisi
Selasa, 14 Maret 2017, 09:11 WIB
Bisnisnews.id - Kasus korupsi berjamaah senilai Rp 2,314 triliun pada proyek KTP Elektronik (e-KTP) yang melibatkan sejumlah tokoh politik, anggota DPR periode sebelumnya dan pengusaha. Dalam persidangan PN Tipikor disebut melibatkan Ketua DPR RI yang juga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Ini memang bukan korupsi biasa, nilainya cukup besar yang menikmatinya juga banyak dan membuat geram masyarakat. Ada yang menyebut ini bukan korupsi biasa, tapi garong.
Baca Juga
Kader muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, mendesak KPK terus maju dan jangan takut menetapkan terhadap tokoh politik yang terlibat. Nama-nama besar itu bukan hanya merugikan negara tapi menyengsarakan rakyat. Setelah disebut dalam surat dakwaan pada persidangan belum lama ini, tokoh-tokoh itu bereakai dan membantah dengan beragam alasan.
" Sekarang para tokoh itu pada membantah, biarkan saja. KPK tidak perlu mundur dan surut, terhadap bantahan yang dilakukan para pimpinan dan anggota DPR yang disebut-sebut namanya di dalam dakwaan yang dibacakan JPU terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik," kata Doli Kurnia, Senin (13/3/2017) di Jakarta.
Kata Doli, membantah itu biasa dan bagian dari pembelaan diri. KPK sebagai lembaga yang diberikan kewenangan cukup besar, dengan kepercayaan besar dari masyarakat dalam mengungkap kasus korupsi diingatkan jangan sampai mundur. Usut tuntas sampai ke akar-akarnya, karena korupsi adalah kejahatan besar yang menyengsarakan rakyat dan sangat merugikan negara.
Sampai saat ini KPK masih sangat dipercaya masyarakat memberangus para perampok uang negara dan bisa dipastikan tidak ada yang lolos dari jeratan hukum. Rakyat berharap banyak kasus ini terbongkar dan pelakunya dihukum dan jagan dibiarkan lolos.
Doli mengatakan, penetapan seseorang yang dinyatakan terlibat di dalam sebuah kasus korupsi oleh penyidik KPK telah melalui proses pembuktian yang sangat akurat dan kuat.
" Ini kesempatan bagi KPK untuk naik kelas ke level yang lebih tinggi mendapatkan kepercayaan yang lebih luas lagi dari rakyat," jelasnya.
Menurut Doli, inilah kesempatan KPK untuk menunjukkan keberadaannya bukan sebagai alat dari kekuasaan dan bebas dari intervensi kekuatan politik.Terlebih Presiden Jokowi telah menyatakan, skandal KTP elektronik harus diselesaikan secara tuntas, sekalipun dari nama yang disebut-sebut itu ada juga yang disinyalir sangat dekat dengan Presiden.
Dia meyakini publik pasti menunggu keberanian dan kemampuan KPK untuk menuntaskan mega skandal korupsi KTP elektronik, termasuk mega skandal lainnya seperti Century dan BLBI.
Kamis 9 Maret 2017, tersangka kasus proyek KTP Elektronik digelar perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Utara, menghadirkan terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto
Jaksa KPK, Irene Putri menuturkan mulai dari tahap awal hingga proses pembahasan dan pengadaan barang untuk proyek ini sudah tersistem dengan baik untuk melakukan penyelewengan. Hal ini bisa terlihat dari pihak pihak yang menerima kucuran uang pelicin dari proyek tersebut, selain legislatif.
Jaksa KPK yang membacakan surat dakwaan setebal 120 halaman menyebutkan, perbuatan terdakwa melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik mencapai Rp 2,3 Triliun dari total proyek
"Bagi kami ini korupsi yang sangat sistematik. Bisa kita lihat ini dari mulai penganggaran, kemudian disitu melibatkan Bappenas, kementerian keuangan, teknis, kemudian DPR yang mengesahkan penganggaran," tegas Jaksa Irene.
Hal menarik, dalam persidangan itu mengemuka tiga nama besar pimpinan dan anggota DPR serta pengusaha yang disebut-sebut menjadi perancang pembagian uang proyek KTP Elektronik. Ketiga anggota DPR itu adalah Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin. Sedangkan pengusaha tersebut adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Jaksa KPK dalam pembacaan dakwaan menyebutkan rencana jahatnya ini dirancang Andi Agustinus alias Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran KTP elektronik yang senilai Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen.
Dalam dakwaan itu juga ketiganya sepakat agar proyek tersebut digarap oleh BUMN dengan tujuan mudah diatur. Seperti telah dialansir banyak media, dalam dakwaan itu tercipta kesepakatan antara Andi Narogong, Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin.
Komposisi pembagian, seperti disebutkan dalam surat dakwaan, Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen Sebesar 51 persen atau sejumlah Rp 2.662.000.000.000 dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyen.
Sedangkan sisanya, sebesar 49 persen atau sejumlah 2.558.000.000.000, akan dibagi-bagikan kepada sejumlah pejabat Kemendagri, termasuk para terdakwa, sebesar 7 persen atau sejumlah Rp 365.400.000.000. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261.000.000.000. Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen.(Syamsuri Ari)