Kecerdasan Maskapai Indonesia AirAsia Memanfaatkan Situasi
Senin, 24 Juni 2019, 21:05 WIBBisnisnews.id - Hasil laporan keuangan maskapai penerbangan Indonesia AirAsia (IAA) dalam public expose sore ini (Senin 24/6/2019) terlihat bahwa maskapai ini mampu meningkatkan kinerjanya di Q1 2019 dengan cerdik dibanding periode yang sama tahun lalu. Hasilnya, kerugiannya turun dari Rp 273 M jadi Rp 79 M.
Kecerdasan ini terlihat dari utilisasi pesawat yang ditingkatkan, menurut Dirut IAA Dendy Kurniawan sekarang mencapai 12,2 jam per pesawat per hari.
"Kunci dari efisiensi AirAsia adalah kami selalu meningkatkan efisiensi dibuktikan dari tingginya utilisasi pesawat 12,2 jam per pesawat per hari. Tentunya ini akan membantu biaya pesawat kami karena pesawat sewa dipakai atau tidak dipakai tetap harus bayarnya sama," ujarnya.
Penambahan utilisasi memang juga menaikkan cost seperti biaya avtur, navigasi, bandara dll. Tapi ada keuntungannya juga, yaitu cost sewa pesawat tidak ikut bertambah karena mau dipakai berapa jam pun, sewa pesawat tetap sama Jadi di sinilah salah satu efisiensi yang bisa dilakukan. Cost Available per Seat Kilometer (CASK) jadinya turun.
Hal ini berbanding terbalik dengan maskapai2 lain yang cenderung memangkas utilisasi pesawat dengan mengurangi frekuensi atau menutup rute.
Maskapai lain seperti Sriwijaya memilih strategi menaikkan harga tiket untuk menaikkan revenue sambil di sisi lain menurunkan frekuensi sehingga juga menurunkan cost. Hasilnya juga efektif menaikkan keuntungan mereka.
Sepertinya IAA memanfaatkan slot yang ditinggalkan maskapai lain, sambil tetap mengkampanyekan tiket murah sehingga bisa menarik penumpang pindah dari maskapai lain ke IAA.
Jadi dapat dimaklumi kalau Load Factor IAA naik walaupun ada penambahan kapasitas 53 persen dan ASK meningkat jadi 44 persen .
Penambahan kapasitas ini lah yang membuat revenue (pendapatan) IAA juga naik, walaupun konsekuensinya juga dibarengi Cost (biaya) yang juga naik.
Namun kenaikan load factor juga membuat Revenue Available Seat per Kilometer (RASK) juga naik 10 persen walaupun rata-rata harga (fare) mereka turun 3 persen.
Dari semua hal tersebut, adalah hal yang sangat wajar jika hari ini juga IAA mengumumkan pembukaan 5 rute baru. Yaitu rute Jakarta - Lombok (frekuensi 11x seminggu), Bali - Lombok (7x seminggu), Yogyakarta Kulon Progo - Lombok (3x seminggu), Bali - Labuan Bajo (7x seminggu) serta Surabaya - Kertajati (3x seminggu). Kelima rute baru tersebut akan mulai beroperasi pada 1 Agustus 2019.
Selain untuk meningkatkan utilisasi pesawat, juga untuk menggaet penumpang yang meninggalkan maskapai lain.
Jadi memang patut diapresiasi kecerdikan manajemen IAA dalam meningkatkan kinerjanya.
Namun patut disadari juga bahwa IAA tidak hidup di dunia yang cateris paribus. Ada maskapai lain dan persaingan usaha yang juga mempunyai strategi manajemen berbeda.
Apa yang dilakukan manajemen IAA berhasil dilakukan karena maskapai lain memilih menggunakan strategi yang berbeda.
Untuk penambahan frekuensi dan rute, pada akhirnya juga dipengaruhi oleh penambahan armada dan ketersediaan slot di bandara yang juga diperebutkan maskapai lain.
Dan pada akhirnya, semua persaingan akan mencapai titik temu. Ada kemungkinan maskapai lain akan mengubah strateginya, atau mengadopsi dan mengembangkan strategi IAA. Hal ini pada akhirnya akan membuat strategi IAA tidak akan ampuh lagi.
Jadi tetap harus dicari formulasi yang baik agar persaingan usaha di penerbangan nasional juga berjalan dengan baik dan adil serta berkesinambungan.
Pemerintah sebagai regulator dan pembina penerbangan nasional masih punya pekerjaan rumah yang besar, mengingat market share IAA yang hanya di bawah 5 persen dan sebagian besar rute-nya adalah internasional sehingga pengaruhnya ke penerbangan nasional dan pasar domestik tidak besar.
Padahal masalah utama di penerbangan nasional adalah di pasar domestik terutama di harga tiket. Semoga bisnis penerbangan nasional cepat pulih seperti sedia kala.(*)
*) Penulis adalah wartawan senior, pemerhati dan penggiat transportasi udara.