Kereta Khusus Petani dan Pedagang Segera Dioperasikan di Rangkasbitung
Senin, 03 November 2025, 17:35 WIB
BISNISNEWS.id - Kereta api khusus petani dan pedagang segera dioperasikan. Tahap awal dioperasikan pada lintasan Rangkasbitung Lebak Banten.
Kereta yang membawa hasil pertanian dan barang dagangan ini, bukan hal baru. Pada era 1970 hingga 1990 para petani dan pedagang perorangan masih menikmati angkutan massal kereta api dengan beragam barang dagangannya.
Hanya saja saat itu, tidak ada kereta khusus pedagang dan petani, tapi bercampur baur dengan penumpang perorangan yang akan bekerja dan berkegiatan, termasuk anak sekolah dan mahasiswa.
Sepanjang perjalanan pun, ada pedagang asongan yang menawarkan barang dagangannya kepada penumpang. Namun, pemandangan seperti itu, tentu tidak terjadi lagi, kereta petani dan pedagan disiapkan khusus buat mengangkut hasil pertanian dan perdagangan.
Kereta khusus tersebut, kini tengah disiapkan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) melalui anak usahanya KAI Commuter .
Layanan transportasi berbasis rel ini dirancang untuk memperlancar distribusi hasil pertanian dan perdagangan lokal.
PT KAI dalam keterangannya menyebutkan, pada tahap awal, akan diterapkan di wilayah Banten sebagai bentuk dukungan terhadap Program Asta Cita Pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan, pemerataan ekonomi, serta peningkatan produktivitas sektor riil.
Kereta khusus ini merupakan hasil karya Balai Yasa Surabaya Gubeng, yang pertama kali diperkenalkan kepada publik pada 15 Agustus 2025.
Saat itu, Kereta petani dan pedagang menjalani uji lintas perdana untuk memastikan aspek keselamatan, keamanan, dan kelayakan operasional sebelum dapat dioperasikan.
Inovasi ini menjadi salah satu bukti kemampuan KAI dalam menghadirkan sarana transportasi yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pengoperasian awal kereta petani dan pedagang ini di Banten mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten 2023, terdapat 609.226 unit usaha pertanian perorangan di wilayah tersebut.
Sebagian petani masih menghadapi kendala distribusi hasil panen ke pasar, yang berdampak pada rendahnya nilai jual produk.
Kehadiran Kereta khusus petani dan pedagang diharapkan dapat menjadi solusi dalam mempercepat mobilitas hasil pertanian dan produk UMKM secara aman dan efisien.
Data BPS itu diperkuat hasil survei terhadap pengguna Commuter Line Merak, yang menunjukkan 81,23 persen penumpang petani dan pedagang mendukung adanya layanan kereta khusus untuk menunjang aktivitas ekonomi mereka.
Sementara itu, 6,94 persen penumpang dari Serang mengusulkan penyesuaian waktu keberangkatan pagi antara pukul 07.00 hingga 08.00 agar sesuai dengan waktu pasar tradisional
Tahap awal pengoperasian Kereta Petani dan Pedagang akan difokuskan di lintas Rangkasbitung Line, dengan pola layanan yang dirancang agar proses bongkar muat hasil pertanian dan barang dagangan dapat dilakukan dengan aman di sejumlah stasiun.
Kereta ini akan menggunakan jadwal eksisting Commuter Line Merak dengan waktu pemberhentian tambahan di beberapa titik.
Perlu diketahui, berdasarkan data penumpang periode Januari–September 2025, pengguna Commuter Line di Rangkasbitung Line mencapai 56.825.669 pelanggan atau naik 9,9 persen dibanding periode yang sama tahun 2024 sebanyak 51.706.637 pelanggan.
Peningkatan ini menunjukkan besarnya potensi ekonomi masyarakat Banten yang didukung transportasi publik berbasis rel.
Vice President Public Relations KAI Anne Purba menyampaikan bahwa KAI berkomitmen menghadirkan layanan yang memiliki manfaat sosial dan ekonomi nyata bagi masyarakat.
“Melalui KAI Commuter, kami sedang menyiapkan konsep pengoperasian layanan yang akan membantu petani dan pedagang menjangkau pasar dengan lebih mudah, efisien, dan berbiaya terjangkau.
Transportasi berbasis rel berperan penting dalam memperkuat rantai pasok dan mendorong ekonomi daerah,” ujar Anne.
Kendati demikian, ungkap Anne, KAI
tetap memprioritaskan aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
Karena itu, KAI melalui KAI Commuter terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan guna memastikan kesiapan teknis, operasional, dan keselamatan pelanggan sebelum tahap implementasi dilakukan.
“Program ini masih dalam tahap persiapan, dan kami ingin memastikan setiap langkahnya berorientasi pada keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Inovasi ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memperkuat ekonomi masyarakat melalui transportasi yang inklusif dan produktif,” tuturAnne.
Angkutan Logistik
Terkait kereta angkutan barang, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi sebelumnya menjelaskan, pemerintah telah merencanakan untuk menghidupkan kembali kereta angkutan barang.
Transportasi massal berbasis rel, ungkap Menhub Dudy, sangat efektif memperlancar angkutan logistik sekaligus mendorong oeningkatan daya beli masyarakat.
Di Jakarta, dimulai dari Stasiun Kereta Api Cipinang, yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan atau pasar beras dan sembako.
Melalui stasiun ini, masyarakat dapat memanfaatkan moda transportasi berbasis rel untuk mengangkut barangnya dari dan ke Cipinang
Rencana pengembangan angkutan barang tersebut menurut Menhun Dudy, telah dibicarakan dengan PT KAI.
" Membantu dan memfasilitasi pelaku usaha sekaligus memperlancar kegiatan bisnis, dari pusat kegiatan perdagangan," jelasnya.
Angkutan barang itu juga dapat dikembangkan ke Stasiun Rangkas Bitung yang terintegrasi ke Stasiun Tanah Abang.
Berdasarkan pantauan Bisnisnews.id, sejumlah stasiun yang berpotensi untuk angkutan barang, diantaranya, dari arah Selatan yakni, Sukabumi, Stasiun Bogor, Cilebut, Bojong Gede dan Citayam.
Kawasan Sukabumi hingga ke Citayam, masih terdapat lahan pertanian, dimana masyarakat dapat mendistribusikan hasil pertaniannya dengan kereta api.
Terkait pelayanan hasil pertanian para petani di Sukabumi, sebelumnya telah diwacanakan untuk memperpanjang pelayanan Kereta Rel Listrik (KRL) dari Bogor ke Sukabumi.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Allan Tandiono sebelumnya mengatakan, untuk melakukan perpanjangan layanan jaringan commuter, seperti dari Bogor ke Sukabumi, perlu dilakukan kajian mendalam.
Kajian ini dinilai sangat penting untuk melihat kelayakan dari berbagai aspek. Mulai dari aspek keuangan atau anggaran, infrastruktur dan dampak sosial.
Jarak dari Stasiun Bogor ke Sukabumi diperkirakan 66 km, dengan estimasi anggaran cukup besar, karenanya dilakukan evaluasi dan kajian.
Seperti diketahui, saat ini jalur kereta Bogor - Sukabumi masih dilayani KA Pangrango berbasis diesel. Kalau kereta di lintasan tersebut akan dikonversi dari diesel ke listrik (KRL) perlu juga dikaji pergerakan penumpang dan standar pelayanan yang ada.
Artinya, sejauh ini pemerintah (Kemenhub) belum ada rencana merealisasikan perpanjangan dari Bogor ke Sukabumi dalam waktu dekat. Infrastruktur, seperti membangun elektrifikasi untuk KRL selain memerlukan biaya besar juga waktu pengerjaannya lama. (Syam)