Konferensi Internasional Al-Azhar Hasilkan 29 Rumusan Termasuk Tentang Jihad
Sabtu, 01 Februari 2020, 12:09 WIBBisnisNews.id -- Salah satu rumusan hasil Konferensi Internasional Al-Azhar yang dihadiri ulama sedunia termasuk Indonesia menegaskan bahwa jihad dalam Islam tidak identik dengan perang. Peperangan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya adalah salah satu jenis jihad.
Perang itu bertujuan untuk menolak serangan yang dilancarkan para agresor terhadap kaum Muslim, bukan untuk membunuhi orang-orang yang berbeda agama sebagaimana anggapan kaum ekstremis.
"Dalam Islam haram hukumnya mengganggu orang-orang yang berbeda agama dan memeranginya selama mereka tidak memerangi kaum Muslim," kata Grand Syeikh Prof. Dr. Ahmed Thayyib pada penutupan konferensi. Konferensi yang berlangsung 27-28 Januari 2020 ini dihadiri oleh para ulama, pemimpin dan cendekiawan Muslim dari 41 negara di Kairo Mesir.
Perwakilan dari Indonesia yang hadir dalam event itu adakah "Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. Din Syamsuddin, TGB. Dr. H. Muhammad Zainul Majdi, MA, dan Dr Muchlis M Hanafi, MA."
Dikatakan Syeikh Prof. Dr. Ahmed Thayyib "Yang berwenang menyatakan jihad perang adalah pemerintah yang sah dari suatu negeri berdasarkan undang-undang dasar dan hukum, bukan kelompok atau perorangan."
"Kelompok yang mengaku memiliki wewenang ini, merekrut dan melatih para pemuda untuk dijerumuskan ke dalam pembunuhan dan peperangan adalah kelompok perusak di muka bumi serta memerangi Allah dan Rasul-Nya. Instansi yang berwenang (di bidang keamanan dan hukum) harus melawan dan menumpas kelompok-kelompok semacam itu dengan tekad yang kuat," sebut laman kemenag.go.id.
Konferensi Internasional Al-Azhar juga menyoroti masalah khilafah. Dalam salah satu rumusan hasil kinferensi itu dijelaskan, bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan yang diterima oleh para sahabat Rasulullah dan sesuai dengan kondisi zaman mereka. Namun demikian, papar Syeikh Prof. Dr. Ahmed Thayyib, tidak ada ketetapan dalam teks al-Qur’an dan hadis Nabi yang mewajibkan untuk menerapkan sistem pemerintahan tertentu.
Sistem apapun yang ada di era modern ini dibenarkan oleh agama selama mewujudkan keadilan, kesetaraan, kebebasan, melindungi negara/tanah air.
"Selain itu, Pemerintah juga harus menjamin hak-hak warga negara apapun keyakinan dan agamanya, serta tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip syariat Islam." tegas Syeikh Prof. Dr. Ahmed Thayyib.(helmi)