Korea Utara Alami Kerusakan Kolosal
Sabtu, 30 September 2017, 11:03 WIBBisnisnews,id - Korea Utara mengatakan pada hari Jumat 29 September bahwa sanksi internasional pimpinan Amerika menyebabkan kerusakan kolosal di negara miskin tersebut, namun menambahkan bahwa Washington bodoh kalau berpikir bahwa sanksi akan menghentikan program senjata nuklir.
Pejabat Korea Utara baru-baru ini membentuk komite untuk menyelidiki kerusakan yang telah ditimbulkan sanksi terhadap ekonomi negara dan kesejahteraan penduduk. Kerja komite tersebut dirancang untuk menarik simpati internasional dengan menyoroti penderitaan anak-anak Korea Utara, wanita dan orang lanjut usia, kata para analis.
Sanksi tersebut adalah tindakan kriminal brutal yang tanpa pandang bulu melanggar hak warga sipil yang damai," kata juru bicara Komite Investigasi Kerusakan Sanksi dikutip dari Kantor Berita Pusat Korea Utara, Jumat (29/9/2017).
Pernyataan Korea Utara tersebut muncul setelah perintah eksekutif Presiden Trump minggu lalu, yang menargetkan bank-bank asing yang memfasilitasi perdagangan dengan Korea Utara. Pada hari Selasa (26/9/2017), Amerika Serikat menambahkan delapan bank Korea Utara ke daftar hitam.
Pada hari Kamis (28/9/2017), China mengatakan akan menutup usaha patungan dengan Korea Utara dalam waktu 120 hari, sesuai dengan sanksi PBB terakhir.
"Kami menyerukan kepada semua negara untuk bergabung dengan kami dalam mengurangi semua hubungan perdagangan dan keuangan dengan Korea Utara," kata Asisten Sekretaris Susan A. Thornton kepada komite Senat pada hari Kamis (28/9/2017).
Thornton mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak memiliki keinginan untuk menyakiti orang-orang Korea Utara yang telah lama menderita, yang kami anggap berbeda dari rezim yang bermusuhan di Pyongyang.
Dalam dua babak terakhir sanksi yang diadopsi pada 5 Agustus dan 11 September, Dewan Keamanan PBB berusaha melarang ekspor Korea Utara seperti tekstil, batubara, besi dan makanan laut.
Sesuai dengan sanksi tersebut, Kuwait, Qatar, Malaysia dan Malta telah berhenti mengeluarkan visa untuk pekerja Korea Utara yang upahnya membantu membiayai pemerintah Korea Utara dan program nuklir dan misilnya, kata Thornton.
Dari NY Times, Polandia adalah satu-satunya negara di Eropa yang masih menjadi tuan rumah sejumlah besar pekerja Korea Utara, katanya, sementara sebagian besar pekerja Korea Utara yang tinggal di luar Korea Utara berada di China atau Rusia. China menyumbang 90 persen perdagangan luar negeri Korea Utara. (marloft)