Korupsi PLTU Riau-1, KPK Panggil Empat Saksi Untuk Tersangka Dirut PLN Non Aktif SFB
Senin, 29 April 2019, 11:08 WIBBisnisnews.id - Kasus tindak pidana korupsi kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 yang menyeret Dirut PT PLN non aktif Sofyan Basir (SFB) terus di dalami penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hari ini (Senin 29/4/2019) penyidik KPK memanggil empat orang saksi untuk tersangka FSB. Yaitu, mantan pejabat PT PLN yang saat ini menjabat sebagai Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Syofvi Felienty Roekman, Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofik.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. Dirut PT Pertamina Nicke sebelumnya pernah diperiksa penyidik KPK sebagai saksi untuk kasus yang sama, pada 17 September 2018 untuk dua tersangka saat itu, yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar EMS dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar IM.
Nicke pernah menjabat beberapa posisi di PT PLN. Yakni Direktur Niaga dan Manajemen Risiko PT PLN, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, dan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.
KPK saat itu mengonfirmasi Nicke terkait pertemuannya dengan tersangka EMS juga pengetahuannya soal perencanaan proyek pembangunan PLTU Riau-1 sehubungan dengan kapasitas saksi saat itu sebagai Direktur Perencanaan PT PLN.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada Selasa (23/4/2019) KPK telah menetapkan SFB sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.
Kronologi kasus, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan berkoordinasi dengan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, EMS, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga SFB telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Johannes Kotjo meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.
SFB diduga telah memerintahkan salah satu anak buahnya Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Hingga Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, EMS dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah SFB. (*/Ari)