Laporan General Cable Seret Nama PLN
Rabu, 25 Januari 2017, 18:54 WIB
Bisnisnews.id - General Cable (GC) melakukan bisnis di Indonesia, Bangladesh, dan Thailand melalui PDTL. Antara tahun 2010 - 2014, PDTL melakukan penyuapan untuk mendapatkan bisnis di Bangladesh dan Indonesia.
Khususnya di Indonesia, PDTL membayar lebih dari 2 juta dollar untuk 2 freight forwarder dan mereka memahami bahwa agen ekspedisi akan menggunakan sebagian uang tersebut untuk korupsi.
Laporan Departemen Kehakiman (DOJ) yang dirilis untuk publik mengatakan bahwa GC dan PDTL melakukan komunikasi tentang skema suap lewat surat elektronik. Contohnya pada atau sekitar 11 Maret 2010, seorang karyawan PDTL menulis surat yang menjelaskan jasa utama dari 2 agen ekspedisi di Indonesia dan mengatakan,
" Mike, saya telah menyebutkan sebelumnya, agen saya tidak meminta uang muka. Dia mampu membayar jalan untuk keluar masuk PLN (Perusahaan Listrik Negara-BUMN). "
Departemen Kehakiman (DOJ) dan Securities and Exchange Commission (SEC) telah mengambil tindakan penegakan hukum bagi praktek korupsi luar negeri / Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) yang dilakukan GC.
DOJ menindak GC melalui Perjanjian Non-Penuntutan (NPA) dan SEC mengeluarkan perintah untuk menghentikan (cease) dan tidak mengulangi perbuatan tersebut (desist) dengan ancaman sanksi hukum bila dilanggar, atau biasa disebut CDO, Cease and Desist Order (General Cable Order). SEC juga mendenda mantan eksekutif GC, Karl Zimmer, melalui Cease and Desist Order (Zimmer Order).
Adapun tindakan ilegal GC, seperti yang tercantum dalam NPA, "GC sadar dan sengaja gagal dalam mengimplementasikan sistem yang memadai untuk kontrol akuntansi internal yang dirancang untuk mendeteksi dan mencegah korupsi atau pembayaran yang dinyatakan ilegal oleh agen-agennya. "
Dampak dari skema ilegal ini, GC membayarkan lebih dari 13 juta dollar uang suap dan mendapatkan laba ilegal 51 juta dollar.
GC harus membayar denda 20 juta dollar atas perilaku kriminal dan satu lagi mengembalikan keuntungan korporasi yang didapat dari suap tersebut ((profit disgorgement) sebesar 51 juta dollar. SEC juga menambah denda GC sebesar 6.5 juta dollar akibat melanggar ketentuan akuntansi FCPA.
Dalam rilis DOJ, Asisten Jaksa Agung, Leslie Caldwell mengatakan, "GC telah menyuap pejabat di beberapa negara lewat skema yang melibatkan eksekutif tingkat tinggi perusahaan dan mengakibatkan keuntungan ilegal lebih dari 50 juta dollar di seluruh dunia. Tapi karena GC juga sukarela mengungkapkan kesalahan ini kepada pemerintah, sepenuhnya bekerja sama dan memperbaiki. GC menunjukkan keterbalikan nyata melalui datang dan bekerja sama dengan jaksa federal dan penyidik. Hal ini juga mencerminkan komitmen berkelanjutan kami untuk transparansi. "
DOJ memang memberikan kredit signifikan ketika perusahaan memenuhi persyaratan di bawah Program Percontohan FCPA. Angka 20 juta dollar sudah merupakan keringanan 50 persen dari kisaran denda yang tercantum dalam Pedoman Hukuman AS. (marloft)