Membangun Peradaban Bertransportasi di Tanah Air
Senin, 09 Desember 2019, 07:41 WIBBisnisNews.id -- Program bantuan operasional transportasi umum ke dearah dengan skema pembelian layanan (but the service), sebenarnya hampir sama dengan yang diterapkan pada Trans Jakarta dan Trans Jateng. Proyek ini terbukti baik, dan mampu menghadirkan pelayanan yang baik, selamat dan nyaman. Faktanya di Jakarta dan Jawa Tengah.
"Bedanya, kalau Trans Jakarta dan Trans Jateng dibiayai APBD Provinsi masing-masing. Sedangkan program buy the service menggunakan APBN.," kata akademisi Unika FT Sipik Unika Soegijorpanoto Semarang Djoko Setijowarno di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Dikatakan, sistem berbagi peran Pemerinah Pusat/Kemenhub dengan Pemerintah Daerah/ Pemda dalam hal menyediakan fasilitas utama, penunjang dan manajemen rekayasa lalu lintas.
Pekan lalu, Kemehub melalui Dirjen Hubdar sudaha teken kontrak buy the service untuk menyelenggarakan akutan umum di berbagai kota di Indonesia, Khususnya lima Pemda di Tanah Air sebagai pilot project-nya.
Sistem buy the service ini diharapkan bisa mendorong kebangkitan angkutan umum darat di Indonesia, yang sekarang "mati suri". Angkutan umum bangkit kembali, pengusaha lokal bisa ikut mengambil peran, sehingga tak ada resistensi pelaku usaha lokal yang selama ini sudhah eksis.
"Armada yang digunakan berlantai rendah (low deck) atau normal (normal deck) disiakan oleh operator/ PO swasta. Tidak diperlukan halte tinggi, cukup dipasang rambu perhentian bus tepi jalan, jika pemda belum memiliki anggaran," jelas Djoko saat dikonfirmasi BisnisNews.id.
Menurutnya, sistem pembayaran menggunakan kartu pintar (smartcard). Fasilitas transportasi umum harus memperhatikan kebutuhan sahabat disabilitas, lanjut usia (lansia), anak-anak dan wanita hamil.
Dalam sistem pelayanan ini, operator diupayakan yang sudah ada supaya tidak terjadi gejolak sosial, menggeser bukan menggusur. Program ini juga untuk memberikan jaminan kelangsungan bisnis operator transportasi umum di daerah yang sudah tahap mengkhawatirkan atau mati suri.
"Bahkan di Denpasar, dapat dikatakan sudah tidak ada lagi layanan angkutan umum reguler. Pemda Bodetabek juga dapat memperoleh program ini melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ)," papar Djoko.
Berdasar pengalaman yang lalu, menurut Djoko, sejak awal harus ada pembinaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi secara rutin, agar tidak terulang kesalahan seperti sebelumnya.
Selanjutnya, reformasi transportasi umum tidak sekedar mengatasi kemacetan lalu lintas yang sudah melanda banyak kota di Indonesia. Namun diharapkan dapat menurunkan tingkat polusi udara, menekan angka kecelakaan lalu lintas, lebih menghemat penggunaan bahan bakar minyak, mengurangi gangguan kesehatan.
Dan yang lebih penting, sebut Djoko, dengan adanya layanan transportasi umum yang humanis dapat mengubah peradaban bertransportasi bangsa Indonesia.
"Maju terus transportasi umum di Indonesia. Kini saatnya perlu campur tangan dan peran Pemerintah baik pusat/ daerah untuk menyelenggarakan angkutan umum bagi warganya. Mencegah kemacetan, dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor yang kurang dari sisi safety," tegas Djoko.(helmi)