Menimbang Mudik Di Tengah Pandemi Corona
Selasa, 21 April 2020, 08:41 WIBBisnisNews.id -- Mudik Lebaran tahun 2020 memang agak beda dengan mudik Lebaran tahun sebelumnya. Penyebabnya adalah adanya pandemi Covid-19 yang belum mereda dan dikhawatirkan proses penularan akan lebih cepat apabila mudik bersama diselenggarakan di tahun 2020 ini.
Pemerintah cq. Kemenkes telah menerbitkan Permenkes No 9/2020. Di pasal 13 telah mengatur pelaksanaan PSBB, antara lain meliputi pembatasan moda transportasi. “Pembatasan moda transportasi dikecualikan untuk moda transportasi penumpang, baik umum maupun pribadi, dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antarpenumpang,” kata pengamat transportasi Unika Soegijoparnoto Djoko Setijowarno di Jakarta.
Menurutnya, pembatasan moda transportasi juga ada yang dikecualikan. Untuk moda transportasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Seperti diketahui, wabah virus Corona telah mengubah segala sektor kehidupan, tidak terkecuali mobilitas orang dan barang. “Setiap tahun Pemerindah pasti merencanakan dengan seksama untuk mudik Lebaran. Namun untuk tahun ini, rasanya persiapan tidak perlu secermat tahun-tahun sebelumnya,” jelas Djoko.
Kemenhub tahun 2020 sudah memutuskan tidak ada program Mudik Gratis. BUMN dan swastapun dihimbau untuk melakukan hal yang sama. Namun kendaraan antar kota antar provinsi (AKAP) ‘gelap” diperkirakan bermunculan saat musim mudik Lebaran 2020.
Salah satu faktor penyebabnya, jelas Djoko, yakni dihapuskannya program mudik gratis oleh pemerintah mengantisipasi penyebaran virus Corona (Covid-19).
Sementara, kini banyak daerah sudah menutup pemudik dengan cara meminta pemudik mengikuti aturan untuk mengisolasi diri.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi sudah melakukan survei untuk menggali sudut pandang para kepala desa terkait mudik Lebaran 2020. Berdasarkan hasil survei itu, 87,75 persen Kepala Desa menyatakan tidak setuju warganya yang berada di kota mudik Lebaran 2020.
“Sementara 10,25 persen kepala desa lain menyatakan setuju warganya mudik,” kata Djoko menirukan.
Walaupun dapat mudik, di daerah tujuan pemudik akan menghadapi sejumlah aturan bagi pendatang luar kota. Minimal, mereka harus ikut program isolasi selam 14 hari sebelum bertemu dengan keluarga dan lingkungannya. Jika bekerja, tentunya waktu 14 hari sudah melebihi batas waktu cutinya, sia-sia mudiknya.
Survey Balitbanghub
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan telah melakukan survey online (daring) Pengaruh Wabah Covid-19 terhadap Penyelenggaraan Angkutan Lebaran 2020. Ada 42.890 responden yang turut berpartisipasi. Responden berasal dari Jabodetabek 32,7 persen, lalu 12,3 persen Jatim, 12 persen Jateng, 9,7 persen Jabar, sisanya 33,3 persen dari daerah lain seluruh Indonesia.
Di antara Pandemi Covid-19, menurut Djoko, sebanyak 57 persen diantaranya memutuskan untuk tidak mudik, 37 persen belum mudik dan 7 persen sudah mudik. Sejumlah 99 persen sudah memahami dan mengetahui terkait virus Corona atau Covid-19. Namun yang tidak paham nol persen, lalu yang sangat paham 55 persen, paham 44 persen, dan sangat tidak paham.
Selanjutnya, alasan mereka akan melakukan mudik dini (7 persen) adalah 28,9 persen telah menerapkan work from home (WHF), 28 persen untuk menghindari penularan di tempat kerja/belajar, 15,5 persen penerapan belajar/kerja di rumah (e-learning), 6,9 persen tempat bekerja ditutup sementara, dan 20,7 persen alasan lainnya.
Sementara untuk daerah tujuan mudik terbanyak ke Jawa Tengah sebesar 24,2 persen, Jawa Timur (23,8 persen), Jawa Barat (12,7 persen), Jabodetabek (6,3 persen) dan sisanya 33 persen ke daerah lain di Indonesia.
Lebih rinci lagi, moda yang digunakan terbanyak mobil pribadi 23,9 persen, sepeda motor 22,6 persen, pesawat udara 17,7 persen, kereta 14,6 persen, bus 10,1 persen dan kapal laut 1,1 persen.
Disamping itu, menurut Djoko, responden yang menyatakan belum mudik sebesar 37 persen. Namun, setelah mendapatkan informasi tentang bahaya virus corona, sebanyak 66 persen tidak jadi mudik dan 34 persen tetap akan mudik. Dari 34 persen yang tetap akan mudik, diperkirakan titik puncak arus mudik dan arus balik terjadi pada H-3 untuk arus mudik dan H+7 untuk arus balik.
Djoko menambahkan, dari 13 persen yang tetap akan mudik, berencana mudik menggunakan moda pesawat udara (37,9 persen), mobil pribadi (29 persen), KA (14,6 persen), sepeda motor (6,6 persen), dan bus (6,5 persen).
Saat ini, ada beberapa alasan dari 56 persen responden yang memilih untuk tidak mudik, seperti khawatir diri sendiri dan keluarga tertular Covid-19 sebanyak 43 persen, mengikuti himbauan Pemerintah untuk tidak mudik Lebaran 17 persen dan 40 persen memilih selain kedua alasan.
Hal yang dilakukan saat mereka memilih tidak mudik adalah 87 persen tetap tinggal di rumah sesuai anjuran pemerintah, dan melakukan silaturahmi melalui telepon, sms, dan media sosial. Kemudian 0,3 persen akan bepergian di dalam kota, tanpa khawatir tertular Covid -19. Sisanya 13 persen punya alasan lain, tidak memilih keduanya.
Sebagai pengganti mudik secara langsung dengan memanfaatkan teknologi digital (mudik digital), sebanyak 43 persen responden memilih sangat setuju, yang setuju 44 persen, tidak setuju 8 persen dan sangat tidak setuju 4 persen.(helmi)