Mendorong Sinergi Airlines Nasional dan Industri Wisata
Jumat, 17 Februari 2017, 19:36 WIB
Catatan ringan oleh Analis Penerbangan, Arista Atmadjati,SE.MM
CEO Arista Indonesia Aviation Center (AIAC AVIATION)
Bisnisnews.id - Apresiasi khusus diberikan kepada maskapai Garuda Indonesia sejak 2012 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sebagai salah satu maskapai yang dinilai konsisten mendukung kunjungan wisatawan manca negara (wisman) ke tanah air. Bukan hanya airlines BUMN saja yang memanfaatkan program pemerintah dalam menggenjot kunjungan wisman, hampir semua operator di Indonesia dalam satu dekade ini juga sangat agresif menggarap pasar turis, meneruskan ke sejumlah destinasi wisata dalam negeri.
Kita bisa merasakan kiprah maskapai selain Garuda, seperti Lion Air Group yang sangat intens menghubungkan kota-kota di pulau Sumatera dan Sulawesi. Ekspansi bisnis airlines lokal ini telah membuka isolasi ke sejumlah daerah tujuan wisata. Yaitu Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tengah melalui kota Kendari Sulawesi Utara dan Makassar sehingga akses ke tujuan wisata tersebut menjadi terbuka.
Demikian juga dengan daerah kepulauan NTB dan NTT, peran maskapai yang jarang terdengar, seperti Tri Nusa Air sungguh besar peranannya menghubungkan kota-kota di provinsi NTT dan NTB. Tri Nusa adalah raja airlines yang bisa mengkakses kepulauan Komodo, Bima, Labuan Bajo dan Sumba Sumbawa dan Kupang untuk melihat pesona keindahan wisata dan belanja tenun Sumba. Kesenian Pasola di NTT juga semakin dikenal oleh turis mancanegara karena kemudahan dan kecepatan akses ke kota NTB dan NTT yang terhubungkan oleh maskapai Tri Nusa.
Seakan tidak kalah dengan rekannya di propinsi lain , peranan Susi Air dengan armada nya saat ini meningkat menjadi 35 pesawat turbo propeller terbaru, yang juga sangat berperan aktif membuka akses ke tujuan kota kota wisata di propinsi Papua dan Papua Barat.
Peranan Susi Air membuka akses mendekati tujuan wisata ke daerah wisata Radja Ampat patut diberikan apresiasi yang sepandan dengan peranan maskapai yang sudah lama establish. Airlines kecil banyak yang secara konsisten menerbangi rute-rute terpencil di Papua, NTT dan kepulauan Ambon sehingga merangkap sebagai jembatan Nusantara sekaligus membuka akses wisata di provinsi Papua, Ambon, NTT dan NTB.
Gambaran pertumbuhan ekonomi kita sampai 2016 cukup propektif bagi tingkat kunjungan wisman, serta tentunya angka penumpang udara juga akan naik secara konsisten dari tahun ke tahun. Namun yang lebih menjanjikan adalah kenaikan penumpang udara selama lima tahun terakhir, yang menunjukkan kenaikan sampai 500 persen (2007 -2012), sungguh harapan yang sangat besar dunia dirgantara dan pariwisata kita.
Namun yang sangat menakjubkan adalah, data terakhir supply seat (tempat duduk) yang disediakan semua maskapai Indonesia yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta Indonesia di antara 50 bandara kelas utama internasional dunia, Soekarno-Hatta menduduki rangking ke 8 dalam hal ketersediaan tempat duduk per minggu, mengalahkan bandara Changi Singapore urutan ke 10, Suvarnabhumi, Bangkok Thailand urutan ke 13 serta bandara KLIA di Kuala Lumpur menduduki rangking ke 18.
Artinya Indonesia memang berpotensi dari sisi jumlah penumpang udaranya yang sangat besar. Dimana penumpang udara tersebut adalah para wisatawan sebagai salah satu segmen market dari operator penerbangan. Bahkan kepadatan bandara Soetta Cengkareng dapat mengalahkan tingkat padat penumpangnya di bandara Chicago, USA.
Maka melihat kinerja dunia penerbangan di tanah air yang menduduki rangking 3 di kawasan Asia Pasifik, sangat ironis bila rangking kinerja dunia industri pariwisata kita menduduki rangking 64 dunia (2016). Apalagi industri pariwisata kita masih kalah dari industri pariwisata Malaysia, Thailand, Singapura. Bahkan bila kita lengah akan mudah disalip oleh kemajuan industri wisata Vietnam. Kita hanya memimpin dari Philipina untuk industri pariwasatanya.
Logika bisninya harusnya kinerja operator penerbangan di Indonesia yang lari kencang harus bisa mendorong dan mendongkrak angka kunjungan wisatawan Negara luar masuk inbound ke Tanah air. Apalagi akses udara tidak hanya dilakukan oleh maskapai Garuda, Lion, Mandala, Sriwijaya dan seterusnya, tapi masih ada sekitar 15 maskapai luar negeri yang mempunyai rute ke Jakarta dan Bali.
Kinerja Kementrian Pariwisata harus lebih keras mengikuti langkah kencang para industri dirgantara tanah air. Tentunya yang kita harapkan dalam tahun 2017 ini.
KENDALA
Mengacu data Kementerian Perhubungan bahwa Indonesia mempunyai bandara, mulai kelas Internasional sampai kelas perintis, dengan total keseluruhan 237 bandara. Namun, sebagaian besar bandara-bandara yang ada adalah bandara kelas perintis di kota kabupaten, luar Jawa.
Ini adalah kendala tersendiri bagi maskapai untuk lebih agressif memasukkan wisatawan ke daerah tujuan wisata. Karena masih banyak bandara kecil tersebut hanya mempunyai panjang landasan pacu 900 meter dan terkendala juga SDM dan infrastruktur yang terbatas dan usia yang lama.
Gairah maskapai penerbangan serta potensi penumpang (wisatawan) agak menjadi terhambat merambah daerah tujuan wisata kita yang letaknya justru jauh di pedalaman kabupaten. Misalnya lokasi penangkaran urang utan di Tanjung Putting , Kalimantan Tengah , paling dekat hanya bisa di akses melalui bandara di kota Pangkalan Bun yang sangat jarang frekuensi penerbangannya dengan keterbatasan panjang landasannya.
Ke depannya, harapan saya, semua stakeholder di industri pariwisata dan penerbangan bahu membahu dengan dibantu oleh dunia usaha industri wisata yang handal dengan potensi daerah tujuan wisata kita yang sangat variatif serta dukungan operator penerbangan yang tidak pernah lelah tentu akan berbuah manis.
Pemerintah sebagai regulator kita harapkan lebih flesibel, akomodatif dan kreatif juga menciptakan terobosan, memangkas birokrasi bertele-tele yang lama guna memsupport kinerja peran swasta menjadi lebih cepat akselarasinya di lapangan guna menggarap potensi wisata kita, yang sangat sangat tertinggal jauh dengan beberapa negara tetanga di ASEAN. Semoga ke depan kita bisa maju bersama mendorong pertumbuhan industri wisata di Indonesia secara signifikan. (Syam)