Menjadikan Transportasi Umum PSN Layanan Publik
Minggu, 26 Januari 2020, 19:47 WIBBisnisNews.id -- Buy the Service adalah sistem yang dapat diberlakukan untuk mengoperasikan bus dengan spesifikasi pelayanan, baik ditinjau dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pemerintah akan membayar operator berdasarkan tarif atas pelayanan yang mereka laksanakan, sesuai jumlah kilometer yang mereka tempuh (Heru Sutomo, 2007).
Mulai tahun 2020, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan akan menata pelayanan transportasi umum lima kota, yaitu Surakarta (4 koridor), Yogyakarta (3 koridor), Medan (5 koridor), Denpasar (4 koridor) dan Palembang (3 koridor) dengan skema pembelian layanan (Buy the Service/BTS).
Ini adalah program kelanjutan dari RPJM Nasional 2015-2019 dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan 2015-2019 yang belum terlaksana. Sekarang dalam RPJMN 2019-2024 ditetapkan sebagai program Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) Perkotaan.
Dalam perencanaan transportasi perkotaan dikenal dengan istilah push and pull strategy. Antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah berbagi peran. Wilayah yang dilayani transportasi umum cakupannya aglomerasi. Kebijakan push strategy oleh pemerintah daerah dan pull strategy dilakukan oleh pemerintah pusat.
Push strategy dilakukan pemerintah daerah untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum. Pemerintah daerah melakukan pengelolaan atau manajemen pengaturan waktu dan ruang untuk akses kendaraan pribadi, yakni pengaturan ruang jalan dan pengaturan ruang parkir.
Hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk persiapan menerima kehadiran transportasi umum berbasis jalan dengan skema BTS, seperti pertama, persiapan halte, dapat berupa bus stop, halte eksisting atau kerjasama swasta (corporate social responsibility/CSR atau memanfaatkan halte sebagai media iklan). Kedua, studi kemanfaatan program, survey kondisi lalu lintas, dampak terhadap pengeluaran masyarakat, tingkat kepuasan masyarakat dan harapan masyara.
Ketiga, melakukan sosialisasi, Sosialisasi dapat berupa kampanye kembali ke angkutan umum serta tata cara menggunakan angkutan umum. Keempat, kebijakan prioritas, diharapkan adanya kebijakan untuk memprioritaskan angkutan umum agar memiliki layanan yang lebih baik dari angkutan pribadi. Kebijakan itu dapat berupa pembatasan operasional kendaraan pribadi, penerapan tarif parkir mahal di pusat kota, jalan berbayar, pajak progresif kendaraan pribadi, lajur transportasi umum (bus lane), prioritas bus di persimpangan (bus priority), contra flow.
Kota Surakarta akan menerapkan kebijakan contra flow bagi transportasi umum di Jalan Slamet Riyadi sepanjang 2,7 kilometer. Bisa jadi Kota Surakarta merupakan kota pertama di Indonesia yang nantinya mengoperasikan transportasi umum pada arus berlawanan.
Pull strategy, dilakukan Pemerintah Pusat untuk menarik masyarakat menggunakan transportasi umum (bus). Pemerintah menanggung risiko, pemerintah memberikan lisensi ke operator dan memprioritas kepada angkutan umum agar memiliki layanan yang terbaik.
Dalam hal pengawasan operasional transportasi umum, nantinya badan pengelola yang akan membantu pemerintah untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan SPM (standar pelayanan minimla) dan SOP (standar operating procedure).
Disamping itu, ada persyaratan teknis pelelangan operator angkutan umum, yakni mampu memiliki atau menyediakan SGO (Siap Guna Operasi) dari jumlah kendaraan pada kontrak, memiliki izin usaha/izin penyelenggaraan angkutan umum yang masih berlaku, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen pengadaan, dan memiliki modal kerja paling sedikit sebesar jumlah biaya operasional, biaya perawatan, biaya overhead dan biaya pajak selama 3 bulan.
Anggaran Rp250 Miliar
Untuk penyelengaraan itu disediakan anggaran sebesar Rp 250 miliar (tahun 2020) yang akan digunakan untuk pembelian layanan melalui bantuan teknis di 5 kota percontohan, pembangunan Intelligent Transport System atau ITS (fleet management) dan manajemen pengelola. Besaran anggaran yang dialokasikan per daerah tergantung hasil studi Dokumen Perencanaan.
Semakin besar anggaran yang dialokasikan perdaerah maka pelaksanaan revitalisasi bisa lebih menyeluruh di kota tersebut. Bantuan diharapkan dilakukan selama 4 tahun (tahun jamak/multi years) tujuannya agar ada keberlanjutan (sustainability) bagi sistem transportasi yang dibangun serta kepastian usaha bagi pihak operator.
Skema buy the service yang dirancang memprioritaskan operator yang masih ada. Akan tetapi, operator tersebut harus mampu menyesuaikan dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang sudah ditetapkan dan memenuhi persyaratan lelang.
*Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat