Naikan Harga Gas Industri, Cara Jitu Atasi Defisit Migas RI
Selasa, 29 Oktober 2019, 09:55 WIBBisnisNews.id -- Tak ada cara dan langkah lain bagi Presiden Jokowi dalam mengatasi defisit migas dan transaksi berjalan saat ini, selain mempercepat pengesahan kenaikan harga gas industri. Barangkali, termasuk juga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) lainnya karena beban subsidi BBM di APBN juga kian berat. Presiden Jokowi perlu langkah jitu untuk mengatasi defisit neraca perdagangan migas tahun 2019 ini.
"Inilah (kenaikan harga gas industri) momentum yang tepat, karena hanya dengan cara inilah proses yang cepat bagi sektor energi untuk dapat membereskan permasalahan di hulu energi,” kata Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori di Jakarta.
Dia menjelaskan salah satu cara agar pemerintah bisa terlepas dari defisit minyak dan gas bumi serta defisit transaksi berjalan. Menurut dia, menaikkan harga gas industri sesegera mungkin adalah opsi yang terbaik.
“Sebagaimana telah diusulkan BUMN PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero tak bisa ditunda lagi, apabila Presiden tidak menghendaki PGN dan Pertamina kebebanan dan jatuh (collapse),” ujar Defiyan lagi.
Ia juga menyebut, momentum kenaikan harga gas industri jika dilakukan saat ini sangat tepat. Pasalnya, kinerja korporasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) hingga akhir bulan September 2019 telah mencatatkan penurunan laba bersih yang cukup signifikan, hingga 47,16 persen secara tahunan (year-on-year/YoY).
“Oleh sebab itu perlu perhatian serius dari Presiden beserta jajaran menterinya di bawah koordinasi Menteri Perekonomian,” tuturnya.
Publikasi PGN 2019
Sebagaimana laporan yang telah dipublikasikan oleh PGN, pada awal tahun hingga akhir kuartal III-2019, laba bersih yang didistribusikan untuk entitas induk tercatat hanya sebesar USD129,11 juta atau setara Rp1,83 triliun (asumsi kurs Rp14.174/ USD). Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya keuntungan yang dicatatkan PGAS mencapai USD 244,33 juta atau Rp3,46 triliun
Meski demikian, menurut Defiyan, alokasi subsidi tetap harus diberikan pada kelompok masyarakat tertentu dan harus dipastikan tidak menguap ditengah jalan. Oleh karena itu, Defiyan menyebut subsidi harus diarahkan pada kelompok sasaran yang tepat dan harus tertutup.
“Pembantu Presiden dan kepala daerah beserta jajarannya harus menjamin ketepatan sasarannya supaya alokasi anggaran subsidi tidak terbuang sia-sia dalam mengatasi kemiskinan,” jelasnya.
Selanjutnya, Defiyan mendorong percepatan EBTKE melalui sosialisasi dan komunikasi yang intensif kepada pemangku kepentingan (stakeholders).Ia percaya, hanya melalui cara inilah defisit migas dan transaksi berjalan secara bertahap dapat diatasi. “Dan Presiden Jokowi tak perlu khawatir tapi harus mengambil langkah yang tepat," tegas Defiyan.(helmi)