Namarin Pertanyakan Pelaut Indonesia di Kapal-Kapal China
Minggu, 26 Januari 2020, 10:13 WIBBisnisNews.id -- Pengamat maritim Siswanto Rusdi mempertanyakan mengenai nasib pelaut Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China. Walaupun tercatat data pastinya, jumlah pelaut Indonesia di kapal berbendera China atau yang berlayar ke China diyakino sangat banyak mencapai ribuan.
Masalah ini perlu menjadi perhatian Pemerintah/ Negara terkait mewabahnya virus Corona di China, terutama Wuhan. Pemerintah RI mengantisipasi dengan berbagai langkah pengamanan. Terutama menutup penerbangan ke Wuhan, China, tempat di mana virus itu mulai mewabah.
“Pemerintah terlihat belum mengeluarkan pernyataan soal nasib pelaut kita yang bekerja di kapal berbendera China, apakah aman dari virus Corona atau tidak. Inikan jadi indikasi kalau pelaut itu cenderung dianak tirikan dibanding kelas pekerja lain atau mahasiswa," ujar Siswanto kepada BisnisNews.id di Jakarta, Minggu (26/1/2020).
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) ini meminta Pemerintah RI untuk tidak menganak tirikan pelaut. Dia menunggu pernyataan resmi baik dari Menlu Retno Marsudi, Menhub Budi Karya Sumadi maupun Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah.
“Pasalnya, kita juga belum tahu, pelaut kita yang bekerja di kapal berbendera China pernah ke Wuhan atau tidak, atau berinteraksi dengan pelaut China asal Wuhan atau tidak? Jadi ini harus diidentifikasi oleh pemerintah, apalagi menularnya virus ini sangat cepat,” ungkap Siswanto lagi.
Dia menegaskan bahwa profesi pelaut ini merupakan profesi yang terhormat dan dilindungi oleh berbagai peraturan baik internasional maupun internasional. Sehingga keberadaannya juga harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.
“Pelaut itu dilindungi oleh berbagai organisasi internasional seperti ILO, ITF (The International Transport Workers' Federation-red), dan IMO. Jadi pemerintah Indonesia janganlah menutup mata. Giliran PRT (Pembantu Rumah Tangga) diurus, pesawat pesawat lebih diperhatikan, tapi pelaut sama sekali tidak,” tandas staf pengajar Universitas YAI Jakarta itu.(helmi)