Pemerintah AS Pantau Perkembangan Negosiasi
Senin, 20 Februari 2017, 17:53 WIB
Bisnisnews.id - CEO Freeport-McMoran, Richard C. Adkerson, mengatakan perlakuan Indonesia ke Freeport diperhatikan oleh Washington karena sebagian besar pemegang saham perusahaan adalah reksa dana dan dana investasi. Ia juga mengatakan keputusan perusahaan melakukan PHK tidak ada hubungannya dengan negosiasi, apalagi menekan pemerintah Indonesia.
" Saya yakin pemerintah AS akan ingin melihat Freeport diperlakukan dengan adil," kata Adkerson.
Dia juga mengatakan bahwa aktivis pemegang saham, Carl Icahn, yang memegang sekitar 7 persen saham Freeport-McMoRan, sangat prihatin dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Adkerson mengatakan Freeport berkomitmen untuk tetap di Indonesia dan tambang itu penting untuk Papua. Kontribusi Grasberg mewakili hampir setengah dari perekonomian provinsi, menurut website perusahaan.
Presiden Direktur Freeport Indonesia, Chappy Hakim, yang ditunjuk pada bulan November telah mengundurkan diri pada hari Sabtu (18/02). Adkerson mengatakan perusahaan masih mencari penggantinya.
Menteri ESDM Indonesia, Ignasius Jonan, Sabtu (18/02) memperingatkan Freeport yang memulai arbitrase, dapat membahayakan hubungan antara perusahaan dan pemerintah.
" Tapi langkah itu jauh lebih baik daripada selalu menggunakan isu PHK sebagai alat untuk menekan pemerintah," tambahnya.
Adkerson mengatakan pengurangan karyawan adalah suatu kondisi yang tidak dapat dihindari. Keputusan perusahaan jangan dianggap sebagai bentuk pemaksaan kepada pemerintah terkait dengan negosiasi.
" Kami melakukan ini untuk mengurangi biaya agar bisa tetap beroperasi. Bukan untuk bernegosiasi dengan pemerintah," katanya hari ini
Adkerson mengatakan bahwa PHK berlaku untuk semua. Tidak ada perbedaan antara pekerja asing dan Indonesia. Dia mengatakan pekerja asing di tambang Papua hanyalah sebagian kecil.
Sebanyak 98 persen dari pekerja Freeport adalah tenaga kerja yang sebagian besar dari Papua. Dia menjelaskan dari total 32 ribu pekerja di tambang, hanya sekitar 12 ribu yang karyawan permanen.
" Minggu depan kami akan memecat para pekerja kontraktor," katanya.
Ia mengatakan pengurangan tenaga kerja terpaksa dilakukan karena perusahaan tidak bisa menjual konsentrat tembaga. Sebanyak 60 persen produksi tidak dapat dikirimkan sejak 12 Januari 2017. Selain itu, area penyimpanan konsentrat juga sudah penuh.
" Jika Anda tidak bisa menjual 60 persen dari produksi, maka apa yang harus dilakukan? Kami berharap segera mendapatkan solusi dari masalah ini," katanya. (marloft)