Pemerintah Bertanguggjawab Keamanan Alur Pelayaran
Jumat, 02 Februari 2018, 15:00 WIBBisnisnews.id - Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut, Capt. Jhonny R. Silalahi mengatakan, pemerintah berranggungjawab menyiapkan alur pelayaran yang aman dan menjamjn keselamatan pelayaran.
Tentunya ini juga harus diikuti dengan kepatuhan seluruh pelayaran. Termasuk perusahaan yang melakukan kegiatan bawah air.
"Pemerintah bertanggung jawab menyiapkan alur pelayaran yang selamat dan aman bagi kapal yang berlayar di perairan Indonesia untuk mendukung terwujudnya keselamatan pelayaran," kata Jhonny, Jumat (2/2/2018) di Jakarta.
Perawatan alur pelayaran, berupa perambuan dan pengendalian penggunaan alur. Yang paling penting, ungkapnya, fungsinya yang penting dalam keselamatan pelayaran.
"Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan alur-pelayaran, menetapkan sistem rute, menetapkan tata cara berlalu lintas dan menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya," kata Jhonny.
Pembersihan alur pelayaran dilakukan untuk memastikan tidak adanya gangguan atau hambatan seperti adanya kerangka kapal di alur pelayaran.
"Kami memiliki tanggung jawab di bidang keselamatan pelayaran. Oleh karenanya, jika ada kerangka kapal yang mengganggu alur pelayaran maka kami wajib mengangkatnya melalui ketentuan dan peraturan yang berlaku," ujar Jhonny.
Untuk melakukan pembersihan kerangka kapal di alur pelayaran, Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 33 Tahun 2016.
Pembersihan alur dilakukan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya, termasuk mengangkat kerangka kapal dan muatannya yang tenggelam.
Kegiatan tersebut, ungkap Jhonny hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang khusus didirikan untuk kegiatan salvage atau pekerjaan bawah air, serta wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Sebelum mengangkat kerangka kapal tenggelam, Ditjen Hubla akan memastikan pemilik kerangka kapal dimaksud baik pemilik kapalnya maupun negara benderanya sebelum dilakukan pemberian izin pengangkatan kerangka kapal kepada perusahaan Salvage.
"Dalam pelaksanaannya, apabila dalam kegiatan salvage atau pekerjaan bawah air menemukan kerangka kapal, maka pemilik kapal dan/atau Nakhoda wajib melaporkan segera kerangka kapal yang berada di perairan Indonesia kepada Syahbandar di pelabuhan terdekat," ujar Jhonny.
Berdasarkan laporan tersebut, maka Syahbandar di pelabuhan terdekat akan menyampaikan informasi berupa data kapal dan posisi koordinat sementara kepada Direktur Jenderal untuk diumumkan melalui maklumat pelayaran, berita pelaut Indonesia, dan stasiun radio pantai.
Selain itu, Pemilik kapal wajib melakukan survey keberadaan kerangka kapal dan/atau muatannya dengan mengikutsertakan petugas Syahbandar di pelabuhan terdekat dan berkoordinasi dengan Distrik Navigasi setempat untuk memperoleh data yang meliputi posisi pastinya kerangka kapal dalam bentuk koordinat geografis (lintang dan bujur), jenis kerusakan dan kondisi konstruksi kerangka kapal serta kondisi perairan dalam bentuk peta bathymetric.(Adhitio)