Pemerintah Masih Setengah Hati, Asas Cabotage, Tulang Punggung Logistik Nasional
Rabu, 18 Desember 2024, 20:31 WIB
BISNISNEWS.id - Industri pelayaran nasional memegang peran strategis sebagai tulang punggung dalam menjamin kelancaran logistik nasional, sayangnya belum ada keberpihakan pemerintah secara utuh, mengingat masih banyaknya tantangan yang perlu dicarikan solusi strategis supaya tetap kompetitif.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, konsistensi penerapan asas cabotage telah menjaga iklim usaha pelayaran nasional tetap kondusif, yang artinya juga menjaga kedaulatan laut Indonesia. Namun begitu, tantangan pelayaran nasional masih cukup banyak.
Carmelita menjelaskan, tantangan yang dimaksud di antaranya, perpajakan yang tidak lazim pada best practice kemaritiman internasional menjadi beban bagi pelayaran nasional. Seperti, pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dengan tarif 10% bagi angkutan laut yang membeli bahan bakar minyak (BBM). Pengenaan PBBKB tersebut menjadi double tax karena bahan bakar minyak (BBM) tersebut sudah dikenakan PPN sebesar 11 persen .
“Double tax tersebut sangat membebankan perusahaan pelayaran nasional. Kami berharap pengenaan PBBKB bagi angkutan laut dihapuskan,” kata Carmelita, Rabu (18/12/2024).
Carmelita menyebutkan angkutan laut memiliki potensi besar untuk dijadikan bagian dari pengoptimalan infrastruktur yang sudah ada sesuai kebijakan pemerintah dalam meningkatkan konektivitas dan pemerataan ekonomi. Namun, kemampuan galangan dalam negeri sebagai elemen penting dalam ekosistem industri pelayaran masih terbatas untuk tipe, teknologi dan ukuran kapal tertentu.
Karena itu, lanjut Carmelita, perlu adanya dukungan pemerintah dalam memberikan fasilitas insentif pajak maupun suku bunga perbankan terhadap galangan dalam negeri, sehingga dapat lebih kompetitif.
Di sisi lain, Carmelita melanjutkan, galangan kapal harus mendapatkan insentif agar bisa berkembang. Hal ini seperti yang dilakukan di China, di mana pemerintah membantu pembayaran pembangunan kapal dengan skema down payment 80%, sedangkan 20 persen sisanya dibayar oleh pemilik kapal.
Menurutnya, jika subsidi seperti di China tidak memungkinkan, maka dibutuhkan alternatif dukungan lain dengan memberikan insentif pembebasan pajak untuk komponen kapal. Saat ini, galangan kapal di Indonesia hanya memiliki pasar yang terbatas, dan lebih banyak untuk jenis kapal tug and barge dan maintenance kapal. Hal ini disebabkan banyaknya komponen yang mesti diimpor dan dikenakan pajak, sehingga butuh delivery time lebih Panjang dan harga kapal yang lebih tinggi sekitar 30 persen dibanding kapal yang sama di luar negeri.
“Kami apresiasi dorongan pemerintah untuk membangun galangan kapal nasional. Namun selama komponen dan mesin kapal belum dapat diproduksi di Indonesia dan tidak ada insentif pajak, maka akan sulit mendorong galangan kapal untuk membangun kapal dengan kapasitas besar dan kompetitif.”
Persaingan usaha pelayaran nasional juga kian kompetitif, yang tidak hanya terjadi antar perusahaan pelayaran swasta nasional, tapi juga melibatkan BUMN yang pada dasarnya tidak memiliki inti bisnis di sektor pelayaran. Hal ini terlihat pada upaya BUMN yang tidak memiliki bisnis pelayaran namun mulai mencari muatan dari BUMN lainnya dengan menggunakan kapal swasta nasional. Praktik bisnis seperti ini dikhawatirkan menimbulkan ketidakseimbangan pasar dan memunculkan persaingan tidak sehat.
"Kita ingin agar iklim usaha pelayaran nasional tetap kondusif dan persaingan yang sehat dengan mengedepankan kolaborasi antara perusahaan-perusahaan pelayaran niaga nasional baik swasta nasional maupun dengan BUMN. Yang mana pelayaran BUMN dapat tetap angkut 30 persen dari produk mereka, sedangkan sisanya diberikan kesempatan kepada swasta nasional melihat target pemerintah terkait pertumbuhan ekonomi delapa persen, maka dibutuhkan sektor swasta nasional yang bertumbuh sehingga dapat berinvestasi untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional."
Peluang Pelayaran
Selain tantangan, terdapat juga sejumlah peluang di sektor pelayaran nasional pada tahun 2025. Seperti di bidang tug and barge yang diproyeksikan masih tumbuh positif. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan akan sumber daya batubara dan nikel pada tahun 2025 masih cukup tinggi, sehingga kebutuhan armada tug and barge masih cukup tinggi untuk mengangkut komoditas tersebut.
Kemudian, terdapat peluang di bidang peti kemas domestik melalui delapab Misi Asta Cita Kabinet Merah Putih, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan pengembangan infrastruktur yang mendukung sektor logistik, energi, dan ekonomi kreatif.
“Ini dapat menjadi peluang besar bagi industri pelayaran container domestik,” katanya.
Pengembangan pelabuhan dan fasilitas lainnya akan meningkatkan efisiensi distribusi barang, sementara pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan stabil akan mendorong meningkatnya permintaan untuk pengangkutan barang domestik menggunakan container.
Pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,2 persen , atau sedikit lebih tinggi dari proyeksi tahun yang sebesar 5,1, sehingga diharapkan berbanding lurus dengan penaikan kinerja sektor kontainer yang banyak didorong oleh konsumsi masyarakat.
Sedangkan bidang kapal tanker juga diproyeksikan tetap tumbuh seiring dengan penggunaan Bahan Bakar B40 yang direncanakan akan menjadi B50 pada tahun 2025. Hal ini akan membutuhkan angkutan FAME yang lebih banyak. (*/Syam)