Penerimaan Negara Dari Sektor Migas Vs Cukai
Jumat, 11 Oktober 2019, 11:14 WIBBisnisNews.id -- Pengamat ekonomi politik Salamudin Daeng mengatakan, produksi minyak terus merosot karena tata kelola yang kurang baik. "Kontribusi sektor migas dalam bentuk bagi hasil minyak terhadap APBN merosot hanya mencapai 1/4 dari cukai tembakau jika dibandingkan. Karena gross split," kata Daeng di Jakarta.
Seperti diketahui, skema gross split merupakan perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor migas yang diperhitungkan di muka dengan biaya operasi sepenuhnya ditanggung kontraktor. Skema ini berbeda dengan skema cost recovery (pengembalian biaya) yang biaya operasinya ditanggung oleh negara.
Semerntara, data Kementerian ESDM menyebutkan, penerimaan negara dari sektor migas tahun 2018 sebesar Rp228 triliun. JUmlah itu lebih besar dibandingkan target sebesar Rp182 triliun tahun lalu.
Sebaliknya, penerimaan negra dari ckai rokok atau tembakau tahun 2018 sebesar Rp153 triliun. Selaoin cukai rokok, pemerintah juga menerima cukai dari minuman keras/ etil alkohol.
Data yang dihimpun BisnsNews.id menyebutkan, realisasi penerimaan cukai dari MMEA mencapai Rp 1,18 triliun atau 19,73% dari target.
Efek penertiban cukai berisiko tinggi dalam memberantas peredaran MMEA ilegal, mengakibatkan MMEA legal mengisi pasar.
Implikasinya, mendorong pertumbuhan produksi MMEA legal, sehingga berdampak positif terhadap penerimaan cukai MMEA," menurut keterangan tersebut.
Daeng melanjutnya, impor minyak yang terus meningkat karena ketergantungan yang terpelihara dengan baik. Para importir migas, diduga ikut mengendalikan politik.
Sebaliknya, kritik Daeng, energi ramah lingkungan di Indonesia tidak berkembang dikarenakan tidak ada dukungan kebijakan dan kuatnya pengaruh para pemain minyak yang mengendalikan politik.
Sejauh ini, terang Daeng, tidak ada satu kilang minyak baru satupun yang terbangun di Indonesia. Padahal katanya mau membangun infrastruktur dan adanya direktur infrastruktur kilang di BUMN pertamina.
"Sementara, tambah Daeng, impor oil produk atau BBM terus meningkat karena pemgaruh para importir yang sangat kuat dalam tata kelola minyak.
36 Kontraktor Migas Skema Gross Split
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar melansir sudah 36 kontrak kerja sama di 36 wilayah kerja migas di tahun 2019 menggunakan skema bagi hasil di muka (gross split).
Dikatakan Arcandra Tahar melansir skema bagi hasil gross split semakin diminati oleh investor minyak dan gas bumi (migas). Lihat saja, hingga akhir Desember 2018, skema bagi hasil produksi gross split telah diterapkan pada kontrak kerja sama di 36 wilayah kerja (WK) migas.
"Dari kontrak kerja sama 36 blok migas tersebut, pemerintah telah mendapat komitmen investasi migas hingga US$2,13 miliar atau sekitar Rp30,9 triliun (asumsi nilai kurs Rp14.500 per dolar AS)," jelas Arcandra lagi.
Jika dirinci, papar Wamen ESDM itu, sebanyak 21 blok migas di antaranya merupakan kontrak blok terminasi yang sudah berproduksi, seperti Blok Rokan di Riau. Kemudian, 14 kontrak merupakan blok eksplorasi hasil lelang reguler dan 1 blok sisanya merupakan blok amandemen ya?ng kontraknya beralih menggunakan skema gross split.(helmi)