Perencanaan Transportasi Perkotaan di Indonesia Harus Fokus Pada Aspek Manusianya
Kamis, 14 November 2019, 14:33 WIBBisnisNews.id -- Perlu ada pergeseran paradigma perencanaan transportasi perkotaan, yaitu benar-benar lebih fokus pada aspek manusianya. Perencanaan transportasi perkotaan yang selama ini dilakukan lebih cenderung menekankan pada aspek fisik seperti kapasitas lalu lintas jalan dan laju kendaraan, penentuan moda transportasi tertentu dan pembangunan infrastruktur fisik.
Indikasi perencanaan transportasi perkotaan yang lebih menekankan aspek fisik ini juga terlihat dari proses perencanaan yang biasanya hanya melibatk÷an pendekatan teknik, terbatas pada wilayah administrasi tertentu, kurang memiliki visi serta miskin analisis dampak pembangunan.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono pada kesempatan menjadi salah satu narasumber pada kegiatan Sharing Session Pengelolaan Transportasi Megapolitan yang diselenggarakan pada Kamis, (14/11/2019) di Hotel Redtop, Jakarta.
Menurut Bambang Pri, paradigma baru perencanaan transportasi yang berfokus pada aspek manusia lebih mengutamakan kualitas hidup manusia, aksesibilitas, daya tahan ekonomi, keadilan sosial serta aspek keberlanjutan dan lingkungan sebagai tujuan yang harus dicapai.
Oleh karena itu menurut Bambang pendekatan perencanaan seperti ini harus memiliki visi dan strategi jangka panjang yang jelas dan kongkret, terintegrasi lintas sektoral secara konsisten dan saling melengkapi. Selain itu juga penting untuk melibatkan lintas wilayah fungsional transportasi, lintas disiplin ilmu serta mengakomodir partisipasi publik.
Perencanaan transportasi perkotaan yang menekankan pada aspek fisik terbukti menimbulkan banyak dampak negatif pada kualitas kehidupan manusia.
“Kebijakan yang mengutamakan kelancaran lalu-lintas jalan misalnya seringkali justru melupakan keterbatasan daya dukung suatu wilayah, sehingga akhirnya ketika daya dukung sudah tidak lagi memadai timbulah ledakan permasalahan yang kemudian menganggu kualitas hidup manusia itu sendiri serta lingkungannya,” urai Bambang.
Kemacetan parah merupakan salah satu indikasi ledakan permasalahan akibat perencanaan transportasi yang berorientasi fisik. Kerugian yang diakibatkan kemacetan ini luar biasa, hitungan angka per tahun di Jakarta tercatat kerugian sekitar 67 trilun rupiah dan tentu angka tersebut akan membesar apabila konteksnya adalah Jabodetabek.
Dampak negatifnya pada kualitas hidup manusia juga telah dirasakan misalnya memburuknya kualitas udara serta menyempitnya ruang aksesibilitas pada saat-saat tertentu.(nda/helmi)