Perlu Pembaruan Aturan Penggunaan TKA Pada Lembaga Pendidikan Nonformal
Minggu, 01 Oktober 2017, 20:55 WIBBisnisnews.id - Aliansi Lembaga Bahasa Asing (ALLBA) berharap adanya pembaruan aturan dan sistem proses penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam lembaga pendidikan nonformal. Terkait itu ALLBA juga ingin mendapatkan informasi dan pengarahan yang akurat tentang penggunaan TKA dalam lembaga pendidikan nonformal pada umumnya dan kursus Bahasa Inggris pada khususnya.
Menurut Ketua ALLBA Julinorita Simatupang, regulasi pemerintah dalam mempekerjakan TKA sebenarnya telah diatur pada beberapa peraturan perundang-undangan. Namun pada praktiknya, masih terdapat beberapa kendala dalam mempekerjakan TKA di Indonesia, seperti yang dirasakan oleh beberapa lembaga pendidikan bahasa asing non-formal.
Pada workshop “Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam Lembaga Pendidikan Nonformal” di Jakarta, akhir September, Julinorita mengemukakan, perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari kebutuhan beberapa lembaga untuk mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) dalam jangka waktu tertentu. Bahkan dengan tegas dia mengungkapkan, lembaga pendidikan bahasa asing non-formal membutuhkan TKA untuk menjabat selain penutur asli (native speakers).
“Sebagai contoh TKA menjabat sebagai penasihat akademik dan manajemen. Sementara hingga saat ini, kedua jenis jabatan itu hanya ada di lembaga pendidikan formal. Harusnya regulasi yang ada juga membuka peluang bagi lembaga pendidikan nonformal merekrut TKA untuk memangku jabatan selain penutur asli,” ungkap Julinorita yang juga Director of Corporate Affairs English First (EF) itu.
Lebih lanjut, Julinorita merasakan beberapa kendala untuk mewujudkan hal itu antara lain alur dan jangka waktu pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Alur birokrasi yang panjang antara kementerian yang berkaitan yaitu Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga adanya ketentuan pembatasan asal negara dan kualifikasi akademik TKA.
Kendala lain adalah peraturan yang overlapping antarlembaga, peraturan yang masih dirasakan memberatkan bagi para lembaga, serta penerapan peraturan yang tidak standar (berbeda-beda) antarlembaga (sosialiasi tidak berjalan dengan baik).
Secara khusus, kendala yang dirasakan oleh para lembaga pendidikan bahasa asing non-formal juga meliputi perubahan atas Permendikbud No. 66 tahun 2009 mengenai persyaratan rekrutmen penutur asli bahasa, antara lain adanya aturan bahwa penutur asli harus merupakan lulusan dari bidang ilmu Bahasa Inggris.
Penutur asli dibatasi dari 5 negara saja, harus memiliki 5 tahun pengalaman mengajar dan harus melakukan medical check up di negara asal. Kendala lain adalah standar pelayanan IMTA pada departemen terkait di Kemendikbud.
Kepala Seksi Rencana Penggunaan TKA Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja & Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian ketenagakerjaan, Harry Ayusman mengatakan keberadaan TKA di Indonesia memang harus dikendalikan untuk beberapa kepentingan. Meski demikian, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah berinovasi untuk memudahkan lembaga maupun masyarakat dalam menjalani proses birokrasi pengurusan izin TKA secara online.
“Lembaga pendidikan nonformal boleh saja merekrut TKA untuk menempati jabatan di luar yang ditentukan Kepmenakertrans No.462 Tahun 2012, asal sudah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian teknis terkait,” ujarnya.
Kepala Sub Bagian Kerjasama dan Humas Kemdikbud, Adrika Premeyanti mengakui berbelit atau tidaknya proses birokrasi untuk mendapat rekomendasi IMTA tergantung dari kelengkapan dokumen yang diajukan pengguna TKA. Jika dokumen itu lengkap, maka tidak membutuhkan waktu lama.
“Adapun dokumen yang dibutuhkan antara lain fotokopi RPTKA, fotokopi paspor yang masih berlaku minimal 18 bulan, fotokopi ijazah, dan surat keterangan sehat dari dokter. Proses pengajuan rekomendasi IMTA ini akan membutuhkan waktu yang lama jika pengguna TKA tidak melengkapi dokumen yang dibutuhkan,” ungkap dia.
Setelah semua berkas lengkap, prosesnya tidak hanya melibatkan kalangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tapi juga instansi lain seperti BIN, Kemenaker, Ditjen Imigrasi, dan Kementerian Luar Negeri. “Ini sebagai proses untuk mengevaluasi apakah permohonan yang diajukan layak atau tidak untuk diberikan rekomendasi IMTA,” papar Adrika.
Saat ini pengurusan penggunaan TKA dalam lingkungan pendidikan sedang ditata ulang, baik melalui peraturan yang sedang disusun, maupun dengan manajemen birokrasi yang baru dilaksanakan oleh Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan satu tahun terakhir ini. (Gungde Ariwangsa)