Perlu Pendampingan Pada Petani Kopi Dan Coklat
Rabu, 29 Januari 2020, 10:08 WIBBisnisNews.id -- Guru Besar Ilmu Pertanina Unila Lampung Prof.Dr. Bustanul Arifin meminta Pemerintah Pusat dan Daerah segera mengambil tindakan terkait penurunan ekspor aneka produk pertanian/perkebunan seperti kopi, cokelat, teh dan lainnya.
"Dari data BPS menyebutkan, hampir semua produk pertanian nasional nilai ekspornya turun, kecuali kelapa sawit dan karet. Sementara nilai karet dan kelapa sawit juga sedang lesu di pasar dunia," kata Bustanul pada BisnisNews.id usai talk show di BPS Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Menurutnya, dulu Indonesia dikenal sebagai produsen kopi dan cokelat dunia. Tapi, dua tahun terakhir Indonesia sudah impor kopi dan cokelat. "Impor kopi Indonesia Dari Vietnam mencapai Rp8 triliun lebih. Sementara, Indonesia mempunyai lahan luas dan subur yang bisa ditanami Kopi. Dulu, negeri ini adalah produsen kopi terbesar dunia," kritik Bustanul lagi.
Putra Bangkalan itu mengusulkan, perlu menambah tenaga penyuluh perkebunan khususnya kopi, cokelat dan lainnya. Selama ini, penyeluh pertanian yang paling banyak untuk produk pangan seperti padi dan jagung.
"Indonesia dengan Dana Desa yang besar, hendaknya bisa sebagian dialokasikan untuk memperkuat penyuluhan perkebunan sesuai kondisi dan kearfan lokal yang ada. Daerah penghasil kopi dan cokelat, disiapkan tenaga penyuluh perkebunan khusus kopi dan dan coklat. Dengan begitu, pola tana dan teknologi perkebunan di Indonesia perlahan akan naik," kilah ekonom INDEF itu.
Perlu Tenaga Pendamping
Menurut Bustanul, saat ini perlu tenaga pendamping baik di bidang keuangan atau teknologi pertanian khususnya perkebunan di Indonesia yang lebih banyak.
"Potensi perkebunan di Indonesia sangat kaya dan beragam. Mereka harus digarapkan secara optimal bahkan diversifikasi pertanian di Indonesia harus dilakukan sejak sekarang," kilah Bustanul lagi.
Menurut dia, banyak jenis kopi hidup dan tubuh di Indonesia, seperti robusta, arabika dengan berbagai varainnya. "Mereka bisa dioptimalkan untuk mengejar ketertinggalan. Paling tidak, Indonesia bisa swasembada bahkan ekspor ke mancanegara," terang Bustanul.
Sementara, ekonomi UI Faisal Basri mengkritk kebijakan pertanian di Indonesia yang cenderung tidak berkembang. "Produk pertanian kita mengarah pada produk tertentu, dan mengabaikan yang lainnya. Diversifikasi produk pertanian di Indonesia masih jalan ditempat jika tak mau disebut gagal," jelas Faisal.
Produk pangan di Indonesia masih berkutat pada padi dan jagung. Sedang produk perkebunan hampir sama, yaitu kelapa sawir, karet, kopi, cokelat dan lainnya yang relatif kecil. "Sebelumnya, Presiden Jokowi berjanji akan melakaukan diversifikasi produk pertanian. Terus mana hasilnya rencana itu," tanya Faisal lagi.
Mengacu pada berbagai kasus kegagalan di bidang pertanian ini, menurut Faisal, Pemerintah harus segera bangkit mengejar ketertinggalannya. "Lakukan diversifikan dan in tenfisikasi pertanian di Indonesia. Banyak potensi usaha pertanian yang bisa dikembangan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi," tandas Faisal.(helmi)