Perlu Regulasi dan Penetapan Kelas Jalur KA Existing di Indonesia
Kamis, 21 November 2019, 21:03 WIBBisnisNews.id -- Sampai saat ini belum ada regulasi terkait penetapan kelas jalur kereta api (KA) terhadap jalur KA existing dan penerapan nilai TQI untuk keperluan pengoprasian dan perawatan jalur KA.
Demikian disampaikan Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan KA, KNKT Suprapto, ATD, DESS dalam Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Menurut dia, regulasi dan penetapan kelas jalur KA itu sangat penting guna menetapkan dan jenis dan kelas perawatan jalur KA jika terjadi kerusakan, atau sudah aus karena lama dipakai. "Jika tak ada kelas jalur KA, maka sulit melakukan perawatan pada kerusakan tersebut."
Sesuai UU No.23 tentang Perekeretaapn, dan peraturan pelaksanaannya, perawatan alat dan sarana KA khususnya jalur KA, harus sesuai kelasnya," kata Suprapto saat dikonfirmasi BisnisNews.id.
Sebagai contoh, jelas dia, jalur KA antara Jakarta/ Manggarai sampai Bekasi belum ditetapkan kelas jalurnya. "Terus, kalau ada kerusakan atau perawatan jalur KA itu, maka tidak ada patokan/ acuannya. Pasalnya, kelas jalur KA existing itu belum ditetapkan," kilah Suprapto.
Oleh karena itu, KNKT mendesak Pemerintah sebagai regulator dalam hal ini Ditjen Perkeretaapian, Kemenhub segera membuat regulasi dan menetapkan kelas jalur KA existing tersebut. "Jika ada masalah dan harus melakukan perbaikan atau perawatan rutin, ada standard kelas jalur KA sebagai acuannya," papar Suprapto.
Seperti diketahui, setipa fasilitas dan infrastruktur termasuk jalur KA itu ada usia teknis (life time). Atau karena faktor tertentu, seperti sudah lama digunakan, maka pada atau titik tertentu harus dilakukan perawatan atau perbaikan.
"Perbaikan atau perawatan itu fungsinya adalah mengembalikan kondisi infrastruktur sesuai keadaan semula. Tentunya harus memenuhi aspek teknis dan laik jalan bagi KA," terang Suprapto.
Hasil investigasi KNKT, menurut Suprapto, tingginya backlog perawatan komponen jalan rel di Sub Divre III.2/ Divre IV Tanjungkarang meningkatkan risiko kecelakaan akibat kegagalan komponen jalan rel," sebut Suprapto.
Menurutnya, kasus kecelakaan KA khususnya KA Babarranjang (Batubara Rangkaian Panjang) paling sering terjadi kecelakaan khususnya di wilayah Lampung, tepatnya di Bandar Lampung. "Kasus-kasus seperti anjlokan, dan KA terguling paling banyak terjadi di kawasan ini," urai Suprapto.
Selain itu, menurut Suprapto, tidak dilakukannya evaluasi terhadap kondisi prasarana dan siklus perawatan jalur kereta api di Divre 3 Palembang dan Divre 4 Tanjungkarang setelah dioperasikannya KA Babaranjang 60 rangkaian gerbong dengan berat muat 50 ton juga memicu seringnya kasus kecelakaan terjadi di kawasan ini.
Di awal paparannya, Suprapto menyebutkan, kasus kecelakaan KA yang diinvestiigasi KNKT adalah kecelakaan yang menelan korban jiwa, KA anjlok, KA terguling dan KA terbakar. "Dari berbagai jenis laka KA itu, kasus KA Anjlok dan KA terguling cukup sering terjadi di Indonesia, khususnya di Lampung dan Palembang," tukas Suprapto.
Dengan mengutip penyataan Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, Supraptu sepakat melalui FGD atau forum lainnya, KNKT berharap ada saran, masukan serta dorongan untuk segera membuat, dan atau menyempurnakan regulasi yang ada demi keselamatan transportasi.
"Kasus kecelakaan transportasi KA harus dicegah dan dihentikan. Jangan sampai setiap terjadi kecelakaan, kita hanya dicap sebagai "pemadam kebakaran" belaka," tegas Soerjanto.(helmi)