Pertamina Dan Dinamika Industri Migas Nasional serta Dunia
Rabu, 25 Desember 2019, 12:07 WIB
"Sedangkan Pertamina selain berfungsi sebagai institusi bisnis, juga memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan nasional. Untuk itu keterlibatan Pertamina dalam ikut serta menunjang pembangunan nasional harus seimbang dengan perannya sebagai institusi bisnis," kata pengamat migas Ibnu Fajar di Jakarta.
Dalam kaitan sebagai katalisator pembangunan nasional, Pertamina berkewajiban menunjang program pemerintah dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi untuk masyarakat dan sektor industri.
Hal ini, kata Ibnu, dapat ditinjau dari 3 perspektif, antara lain : Pertama, Affordability. Sesuai dengan amanah UUD 1945, pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
Dalam konteks ini negara harus menjamin keterjangkauan harga sumber daya energi yang dibutuhkan masyarakat dan industri. Indonesia bukan penganut pasar bebas dimana harga komoditas ditentukan oleh pasar. Dalam hal ini Pertamina mendapat beberapa penugasan negara terkait penyediaan sumber energi dengan harga yang terjangkau.
Pemerintah dalam memberikan penugasan kepada Pertamina, jelas Ibnu, harus melihat dari dua sisi, yaitu sisi biaya terkait penugasan dan sisi daya beli masyarakat yang dituangkan dalam penetapan formula harga jual.
"Namun Pertamina juga harus melakukan efisiensi biaya produksi setidaknya untuk menjangkau harga jual sesuai dengan ketetapan pemerintah," papar Ibnu lagi.
Kedua, Accessability. Mempermudah akses keterjangkauan terhadap lokasi sumber energi untuk masyarakat dan industri. Dengan kondisi geograris Indonesia sebagai tantangan. Maka, Pertamina harus menata sentra suplai nya secara efektif dan efisien dengan membangun tempat penyimpanan dan penyaluran bahan bakar minyak dan gas bumi secara terdesentralisasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ekonomi masyarakat setempat.
"Pola kemitraan yang dijalankan oleh Pertamina dalam membangun infrastruktur suplai harus dilakukan secara konsistem dan sesuai dengan kaidah bisnis pada umumnya. Keterbatasan finansial membutuhkan mitra yang akan membangun infrastruktur tersebut," terang Ibnu.
Namun, aku dia, kemitraan ini harus saling menguntungkan sehingga dapat meningkatkan kinerja kemitraan dan meminimalkan potensi penyalahgunaan bbm maupun gas elpiji subsidi yang disalurkan kepada masyarakat yang berhak menerimanya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
"Penerapan punishment untuk mitra yang terbukti melanggar ketentuan harus dilakukan secara konsisten. Hal ini dapat dilakukan secara optimal jika para pelaksana di dalam Pertamina memiliki integritas dan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan," tukas Ibnu.
Ketiga, Availability. Menjaga ketersediaan sumber energi harus guna menjamin kontinuitas suplai kepada masyarakat serta meningkatkan ketahanan energi nasional secara umum. Ini membutuhkan investasi untuk membangun tempat-tempat penyimpanan sumber energi seperti tangki penyimpanan bbm, gas bumi dan elpiji.
"Biaya untuk menjaga ketersediaan cadangan energi nasional, termasuk bbm dan gas bumi maupun elpiji pada volume yang ditetapkan juga diperlukan. Pembangunan kilang merupakan salah satu solusi alternatif dalam membangun cadangan minyak nasional," tegas Ibnu.(nda/helmi)