Presiden Jokowi, Mafia Migas dan TPPI
Kamis, 26 Desember 2019, 10:49 WIBBisnisNews.id -- Gebrakan Presiden Jokowi memberantas mafia migas, yang ditenggarai sebagai biang kerok tidak terbangunnya kilang minyak nasional, akhirnya berakhir. Presiden akhirnya memutuskan untuk menghidupkan kembali Trans Pacific pertochemical Indotama (TPPI), sebuah perusahaan swasta yang telah dinyatakan bangkrut karena kasus mega korupsi puluhan triliun rupiah.
Sebelumnya, TPPI berada dibawah perusahaan pengelola aset (PPA), setelah pemerintah memutuskan mengambil alih utang perusahaan ini senilai Rp17 triliiun kepada 362 kreditor termasuk utang Rp. 4,14 triliun kepada Pertamina, setelah TPPI gagal membayar utang senilai Rp2,83 triliun. (Tahun 2013).
Sekarang perusahaan ini diserahkan 95% kepada Pertamina melalui proses yang sangat kilat. Segudang masalah masih menyelimuti TPPI, mulai dari pengelolaan yang buruk, utang yang sangat besar dan kasus koruosi yang belum ada penyelesaiannya. Bahkan Presedir TPPI waktu itu masih buron alias DPO sampai hari ini.
Pengambil alihan oleh Pertamina menimbulkan beribu pertanyaan publik. Muncul kekuatiran perusahaan bermasalah ini akan menjadi virus dan sekaligus bagi Pertamina, yang akan menggerogoti keuangan Pertamina di masa masa mendatang. Apalagi kasus koruosi kondensat bagian negara di TPPI tak kunjung terselesaikan. Apakah ini akan menjadi beban bagi Pertamina ke depan?
Masalah lain yang muncul adalah apakah Perusahaan Pengelol Aset (PPA) menyerahkan perusahaan TPPI kepada pertamina dalam keadaan clear and clean, atau dalam keadaan busuk seperti sebelumnya. Lalu sebenarnya apa yang telah dicapai oleh PPA selama manajemen TPPI dibawah PPA?
Hal yang paling mengkuatirkan ada tumpukan utang-utang TPPI apakah nantinya akan menjadi beban keuangan Pertamina? Sementra kita tau bahwa Pertamina sekarang masih tersandera dalam utang besar, terutama utang global Bond demgan bunga tinggi.
Sebagai perusahan yang sudah bangkrut seharusnya pemerintah menyerahkan secara gratis kepada Pertamina atau dengan pembelian yang sangat murah. TPPI seharusnya tidak berpindah tangan ke Pertamina dengan harga yang mahal. Mengingat masa depan kilang TPPI belum jelas, apakah menguntungkan bagi korporasi pertamina atau malah akan menjadi virus sekaligus parasit yang akan memakan daging pertamina sendiri.
*Salamuddin Daeng, ekonom dan peneliti AEPI