Rangsang Investasi, Indonesia Rombak Sistem Kontrak
Kamis, 19 Januari 2017, 23:41 WIB
Bisnisnew.id - Pemerintah Indonesia telah mengadopsi skema baru 'gross split' untuk bagi hasil minyak dan gas, di mana kontraktor harus menanggung biaya eksplorasi dan produksi, dan bukannya minta diganti oleh pemerintah.
Kontraktor akan mendapatkan porsi yang lebih besar untuk minyak dan gas setelah melakukan pembayaran biaya di muka.
Pergeseran ini dirancang untuk meringankan beban anggaran pemerintah dan akan berlaku untuk kontrak baru serta tidak akan mengganggu perjanjian yang sudah ada saat ini.
Walau perusahaan global seperti Chevron, Exxon Mobil dan Total telah beroperasi di Indonesia, namun pemerintah masih setengah mati berjuang untuk menarik investasi segar dan pengembangan bidang baru.
Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengatakan pembagian produksi gas untuk pemerintah akan sebesar 52 persen dan minyak 57 persen.
"Kontraktor akan diberikan bagian yang lebih besar dari produksi jika mengerjakan bidang yang lebih sulit dan mahal," ia menambahkan.
Di sistem sebelumnya, pemerintah telah menerima bagi hasil 70 persen untuk gas dan 85 persen untuk minyak.
Kontrak pertama di bawah skema baru telah ditandatangani oleh PT Pertamina untuk blok Offshore North West Java (ONWJ), di mana pemerintah mendapat 37,5 persen dari gas dan 42,5 persen dari minyak.
"Mekanisme pembagian bruto ini berarti semua biaya akan menjadi tanggung jawab kontraktor, tidak lagi membebani anggaran negara," kata Jonan.
CEO Pertamina, Dwi Soetjipto, mengatakan peningkatan bagi hasil untuk blok ONWJ tidak akan mampu menutupi biaya, tetapi ia berharap hal tersebut bisa dilakukan lewat upaya efisiensi.
Mengutip Reuters, tahun lalu, kontraktor migas yang beroperasi di Indonesia telah meminta lebih dari 11 juta dollar untuk penggantian biaya, jauh lebih besar daripada 8.4 juta dollar yang awalnya direncanakan.
Produksi minyak mentah Indonesia mencapai puncaknya sekitar 1,7 juta barel per hari pada pertengahan 1990-an. Tapi dengan beberapa penemuan minyak yang signifikan di negara Barat dalam 10 tahun terakhir, produksi Indonesia telah jatuh, setengahnya dikarenakan ladang minyak yang sudah mati.
Industri minyak dan gas ini merupakan bagian penting dari perekonomian Indonesia, namun kontribusinya terhadap penerimaan negara turun dari sekitar 25 persen pada tahun 2006 ke estimasi 3,4 persen tahun ini, menurut data yang dikumpulkan oleh konsultan PricewaterhouseCoopers. (marloft)