Rilis Hasil Investigasi Jatuhnya Pesawat Lion B 737 8MAX Menuai Reaksi
Jumat, 30 November 2018, 16:19 WIBBisnisnews.id - Rilis awak hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transpotasi (KNKT) pada 28 Nopember 2018, terkait kasus kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737-8MAX PK - LQP pada Senin pagi (29/10/2018) di Tanjung Pakis Karawang Jawa Barat menuai reaksi.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti mengatakan, pesawat boeing 737 8MAX milik Lion Air dengan nomor oenerbanvan JT-610 itu laik terbang.
Ungkapan itu disampaikan Dirjen Polana menyusul pemberitaan sejumlah media yang menyiarkan, Lion Air PK-LQP tidak laik terbang. Baik dari Denpasar-Jakarta, maupun Jakarta-Pangkal Pinang.
Padahal pemberitaan media yang membuat pihak Lion Air berang itu mengacu kepada rilis awal hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transpotasi (KNKT) pada 28 Nopember 2018.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti menjelaskan, berdasarkan keterangan pihak KNKT, pesawat Lion Air PK-LQP rute Jakarta-Pangkal Pinang pada 29 Oktober lalu dinyatakan laik terbang.
"Lion Air PK-LQP dalam kondisi laik terbang saat berangkat dari Denpasar, Bali dengan nomor penerbangan JT043, maupun saat berangkat dari Jakarta dengan nomor penerbangan JT610 sebagaimana telah dikonfirmasi oleh KNKT,” kata Polana, Jumat (30/11/2018) di Jakarta.
Polana mengatakan, seusai prosedur pemeriksaan, apabila pesawat laik terbang, maka Aircraft Flight Maintenance Log (AFML) akan ditandatangani engineer (release man), sehingga pesawat dapat terbang.
Setelah pesawat mendarat, pilot melaporkan jika terdapat gangguan pada penerbangan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan pengujian.
"Setelah pengujian menunjukkan hasil baik, maka AFML ditandatangani oleh release man dan pesawat dinyatakan laik terbang," tambah Polana.
KNKT juga mengeluarkan dua rekomendasi dalam laporan awalnya. Rekomendasi pertama, meminta Lion Air menjamin implementasi dari Operation Manual Part A subchapter 1.4.2 dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan untuk menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk meneruskan penerbangan atau tidak. Rekomendasi kedua, Lion Air menjamin semua dokumen operasional diisi secara tepat.
Terhadap kedua rekomendasi ini, Polana menyatakan akan mendukung sepenuhnya dengan mastikan dan mengawal rekomendasi KNKT ini agar dilaksanakan oleh Lion Air. Lebih lanjut Polana juga menugaskan inspekturnya ikut serta dengan Tim KNKT untuk melakukan uji terbang menggunakan simulator Boeing di Seattle Amerika Serikat.
Pasca kecelakaan Lion Air JT610, Ditjen Hubud telah mengambil langkah-langkah penanganan dan antisipasi. Intensifikasi pemeriksaan terhadap seluruh pesawat melalui ramp check dan special inspection terhadap pesawat jenis B737-8 MAX yang beroperasi di Indonesia didapati hasil bahwa pesawat-pesawat tersebut laik terbang. Audit khusus terhadap Lion Air dan batam Aero Teknik juga telah dilakukan.
“Hasil ramp check dan special inspection, semuanya laik terbang. Kami juga lakukan audit khusus kepada Lion dan Batam Aero Teknik, hasilnya telah kami sampaikan sebagai referensi dalam investigasi yang dilakukan KNKT”, imbuh Polana.
Polana menegaskan, jajaran Ditjen Perhubungan Udara akan meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan penerbangan, apalagi dalam menghadapi masa angkutan udara Natal dan Tahun Baru 2018. "Saya ingatkan, core business dalam penerbangan adalah safety. Kita punya 3S+1C (Safety, Security, Services + Compliance), namun yang terpenting adalah keselamatan, tidak ada toleransi dalam keselamatan, ini no go item, harus dipenuhi bila ingin berangkat!” tegas Polana.
Tanggapan Boeing
Terkait pemberitaan yang bersumber dari hasil investigasi KNKT itu, pihak Boeing dalan rilisnya pada 28 Nopember 2018 menyampaikan apresiasi terhadap upaya yang cukup serius dalam menyelidiki penyebab terjadinya kecelakaan.
Bahkan pihak Boeing berjanji akan mengambil setiap langkah dan memahami secara menyeluruh semua aspek dalan kashs kecelakaan. Pihaknya juga akan bekerja sama dengan Komite Keselamatan Transportasi AS sebagai penasihat teknis untuk mendukung NTSC sepanjang penyelidikan.
Dijelaskan, beberapa poin laporan awal KNKT dan mencatat adanya beberapa masalah terkait kecepatan dan ketinggian yang dialami pesawat itu dalam empat penerbangan dalam tiga hari sebelum kecelakaan terjadi.
Laporan awal itu diambil dari informasi data penerbangan dari satu kotak hitam pesawat yang telah berhasil ditemukan. Satu black box lagi yang berisi rekaman percakapan di dalam kokpit (voice data recorder) belum ditemukan.
Laporan tersebut menyatakan dua hari sebelum kecelakaan, catatan teknis menunjukkan bahwa salah satu sensor Angle of Attack (AOA) pesawat telah diganti, sebagai salah satu langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sehari sebelum kecelakaan, pilot kembali mengalami masalah serupa dalam penerbangan dari Denpasar, Bali, ke Jakarta. Pesawat mengalami penurunan moncong secara otomatis.
"Laporan itu lebih jauh mencatat bahwa pilot melakukan tiga prosedur checklist non-normal, termasuk runaway stabilizer non-normal checklist, yang merupakan item memory yang dianjurkan dalam 737 MAX Flight Crew Operations Manual, dan ditegaskan kembali dalam Boeing Flight Crew Operations Manual Bulletin TBC-19 dan FAA Emergency Airworthiness Directive (AD) Number 2018-23-51, sebagai prosedur yang sesuai untuk mengatasi pergerakan stabilisator horisontal yang tidak diinginkan, terlepas dari sumbernya," tulis Boeing.
Penerbangan itu berhasil mendarat dengan selamat dan masalah itu sudah dilaporkan oleh pilot yang bersangkutan.
Di hari kejadian, pilot penerbangan JT 610 kembali mengalami masalah data ketinggian dan kecepatan, termasuk penurunan moncong, yang sudah terjadi dalam beberapa penerbangan sebelumnya karena kerusakan data AOA.
Hasil Investigasi KNKT
KNKT dalan rilis awal hasil investigasi pada 28 Nopember 2018 menguraikan, investigasi itu dilakukan mulai dari penerbangan boeing 737-8MAX pada
28 Oktober 2018, dalam penerbangan rute dari Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai (WADD), Denpasar menuju Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (WIII), Jakarta.
Dalam rilisnya KNKT menjelaskan, ketika melakukan pemeriksaan pre-flight, Pilot in Command (PIC) melakukan diskusi dengan teknisi terkait tindakan perawatan pesawat udara yang telah dilakukan termasuk adanya informasi bahwa sensor Angle of Attack (AoA) yang diganti dan telah diuji.
Pesawat udara berangkat pada malam hari pukul 1420 UTC (2220 WITA), Digital Flight Data Recorder (DFDR) mencatat adanya stick shaker yang aktif pada sesaat sebelum lepas landas (rotation) dan berlangsung selama penerbangan.
Ketika pesawat berada di ketinggian sekitar 400 feet, PIC menyadari adanya warning IAS DISAGREE pada Primary Flight Display (PFD). Kemudian PIC mengalihkan kendali pesawat udara kepada Second in Command (SIC) serta membandingkan penunjukan pada PFD dengan instrument standby dan menentukan bahwa PFD kiri yang bermasalah. PIC mengetahui bahwa pesawat mengalami trimming aircraft nose down (AND) secara otomatis. PIC kemudian merubah tombol STAB TRIM ke CUT OUT. SIC melanjutkan penerbangan dengan trim manual dan tanpa auto-pilot sampai dengan mendarat.
PIC melakukan deklarasi “PAN PAN” karena mengalami kegagalan instrumen kepada petugas pemanduan lalu lintas penerbangan Denpasar dan meminta untuk melanjutkan arah terbang searah dengan landasan pacu. PIC melaksanakan tiga Non-Normal Checklist dan tidak satupun dari ketiga prosedur dimaksud memuat instruksi untuk melakukan pendaratan di bandar udara terdekat.
Pesawat mendarat di Jakarta pada pukul 1556 UTC (2256 WIB) atau setelah terbang selama 1 jam 36 menit. Setelah pesawat udara parkir, PIC melaporkan permasalahan pesawat udara kepada teknisi dan menulis IAS dan ALT Disagree dan menyalanya lampu FEEL DIFF PRESS (feel differential pressure) di Aircraft Flight and Maintenance Logbook (AFML).
Teknisi melakukan pembersihan Air Data Module (ADM) pitot dan static port kiri untuk memperbaiki IAS dan ALT disagree disertai dengan tes operasional di darat dengan hasil tidak ada masalah. Kemudian Teknisi melakukan pembersihan sambungan kelistrikan pada Elevator Feel Computer disertai dengan tes operasional dengan hasil baik.
Pada 29 Oktober 2018, pukul 0620 WIB (pukul 2320 UTC, tanggal 28 Oktober 2018), pesawat udara PK-LQP tinggal landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (WIII), Jakarta dengan tujuan Depati Amir Airport (WIPK), Pangkal Pinang.
DFDR merekam adanya perbedaan antara AoA kiri dan kanan sekitar 20° yang terjadi terus menerus sampai dengan akhir rekaman. Sesaat pesawat udara sebelum lepas landas (rotation), stick shaker pada control column sebelah kiri aktif dan terjadi pada hampir seluruh penerbangan.
Pada saat terbang, SIC sempat bertanya kepada petugas pemandu lalu lintas penerbangan untuk memastikan ketinggian serta kecepatan pesawat udara yang ditampilkan pada layar radar petugas pemandu lalu lintas penerbangan. Kemudian SIC juga melaporkan mengalami “flight control problem” kepada radar petugas pemandu lalu lintas penerbangan.
Setelah flaps dinaikkan, DFDR merekam trim AND otomatis aktif diikuti dengan input dari pilot untuk melakukan trim aircraft nose up (ANU). Trim AND otomatis berhenti ketika flaps diturunkan. Ketika flaps dinaikkan kembali, trim AND otomatis dan input dari pilot untuk melakukan trim aircraft nose up (ANU) terjadi kembali dan berlanjut selama penerbangan. Pada pukul 23:32:54 UTC, DFDR berhenti merekam data.
Sampai dengan laporan awal ini diterbitkan, Cockpit Voice Recorder (CVR) masih belum berhasil ditemukan dan kegiatan pencarian masih dilakukan.
Tim investigasi akan melakukan beberapa pemeriksaan termasuk pemeriksaan sensor AoA dan simulasi penerbangan dengan menggunakan engineering simulator milik Boeing. Tim investigasi juga telah mendapatkan data Quick Access Recorder (QAR) untuk dilakukan analisa lebih lanjut.
Lion Air, Batam Aero Technic, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Boeing Company dan Federal Aviation Administration telah melakukan beberapa tindakan keselamatan.
KNKT menerima dan menganggap tindakan tersebut sesuai dengan usaha untuk meningkatkan keselamatan, akan tetapi, masih terdapat beberapa isu keselamatan yang perlu menjadi perhatian.
Oleh karena itu KNKT juga mengeluarkan dua rekomendasi kepada Lion Air, antara lain:
1- Menjamin implementasi dari Operation Manual part A subchapter 1.4.2 dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan untuk menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk meneruskan penerbangan.
2- Menjamin semua dokumen operasional diisi dan didokumentasikan secara tepat.
Investigasi dilakukan dengan melibatkan pihak National Transportation Safety Board Amerika sebagai Negara tempat pesawat udara dibuat dan dirancang, Transport Safety Investigation Bureau (TSIB) Singapura dan Australian Transport Safety Bureau (ATSB) Australia sebagai Negara yang memberikan bantuan selama proses investigasi. Keterlibatan beberapa negara dimaksud adalah sebagai accredited representative sesuai dengan ketentuan ICAO Annex 13.
Investigasi masih berlanjut, jika selama proses investigasi ditemukan isu keselamatan, maka KNKT akan dengan segera memberitahukan kepada pihak yang terkait agar dapat segera ditanggulangi. (Syam S)