Tak Didukung Data Akurat, Distribusi Tertutup Subsidi LPG 3 Kg Rawan Kebocoran
Senin, 20 Januari 2020, 10:39 WIBBisnisNews.id -- Hiruk pikuk rencana Pemerintah mencabut subsidi LPG 3 kg dan melakukan distribusi secara tertutup disambut meriah khalayak di negeri ini. Ada yang pro namun tidak sedikit kontrak seraya memberikan solusi yang terbaik untuk Pemerintah dan masyarakat.
"(Jika) Data tidak akurat, distribusi LPG 3 Kg (subsidi) rawan dikorupsi dan bisa digunakan sebagai money politik menjelang pilkada serentak 2020" kata peneliti AEPI Salamuddin Daeng di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Menurutnya, data kemiskinan di Indonesia tidak pasti dan banyak variannya. Masing masing institusi berbeda angka tentang kemiskinan. Sangat tergantung kepentingan masing masing institusi.
Sementara, Indonesia menerima bantuan dan utang dalam program pengentasan kemiskinan, gizi buruk, busung lapar, stunting, dan lainnya. "Akibatnya angka kemiskinan seringkali didasarkan pada proposal proyek kemiskinan lembaga negara terkait ke internasional dan ke APBN. Demikian juga dengan angka kemiskinan Pemda disesuikan dengan proposal pengentasan kemiskinan mereka ke pusat," kata Daeng lagi.
Seperti diketahui, angka kemiskinan, busung lapar, stunting dll, sering dibesar besarkan. "Angka kemiskinan versi BPS bermasalah. BPS melakukan trick memainkan indikator kemiskinan," sebut Daeng.
"BPS menggunakan indikator extrime poperty dalam mengukur kemiskinan. Kondisi tersebut tak semua pas dengan realitas di masyarakat," jelas Daeng saat dikonfirmasi BisnisNews.id.
Kemiskinan BPS Turun ?
Akibatkannya, angka kemiskinan BPS terus menurun dan kecil, meski keadaan ekonomi memburuk. "Sejauh ini, tidak ada angka kemiskinan by name by address di lembaga Pemerintah. Jadi, Pemerintah akan kesulitan alokasikan anggaran dalam pendistribusian subsidi LPG 3 kg secara tertutup," kilah Daeng.
Selanjutnya, papar dia, distribusi LPG 3 Kg secara tertutup rawan dikorupsi oleh birokrasi melalui praktek manipulasi data. "Dalam kasus dana desa saja bisa ada desa hantu. Apalagi distribusi gas," terang Daeng sambil mencontohkan.
Ditambah lagi, tidak ada kajian akademis yang melandasi rencana ini. Pemerintah terkesan terburu buru dalam mengurangi subsidi. "Dasar yang dijadikan acuan adalah "karangan bebas" pihak pihak dari Kementerian ESDM," sindir Daeng.
Pemerintah tidak melibatkan ormas, akademisi, pengamat, ahli, dan kalangan dunia usaha dalam memutuskan perkara LPG 3 Kg ini. "Bukan tidak mungkin jika rencana penerapan distribusi LPG 3 Kg ini akan rawan penolakan dan penyimpangan," terang Daeng.(helmi)